Pages

Minggu, 04 November 2012

Lanjutan sinopsis

Episode 2

Kasim yang melihatnya ketakutan dan menyebutnya Mul Goe. Mul Goe adalah benda yang dirasuki oleh roh. Hwon mendekati payung itu dan mengambilnya. Hwon berharap dalam hatinya, untuk bisa bertemu dengan Yeon Woo lagi.

Di saat yang sama, Yeon Woo sedang terduduk seorang diri, dia masih shock. Dia Shock saat tau kalau yang dia temui waktu di istana adalah seorang Putra Mahkota. Tiba-tiba dia mendengar sesuatu, ia menoleh kesekelilingnya, tapi tidak melihat apa-apa. Dia ketakutan. Dia takut ada orang jahat yang datang ke rumahnya.
 
Di kejauhan, ia melihat sebuah batu bersama selembar surat tergeletak. Ia mendekati dan meraih batu tersebut. Dibatu tersebut tertulis tulisan “Batu Pemecah Masalah”. Yeon Woo kemudian meraih selembar surat disamping batu tersebut.

"Adakah hal-hal yang mengganggu pikiranmu dan membuatmu tidak bisa tidur?" Yeon Woo membaca surat itu. "Cobalah bicara pada batu ini dan lihat apa yang terjadi. Batu ini adalah baru pemecah masalah. Batu ini bisa menghilangkan kecemasan dan semua masalahmu, jadi seharusnya kau sudah bisa tidur sekarang. Ini adalah hadiah dari perjalananku."

"Dia akan pergi lagi?" gumam Yeon Woo, terlihat kesal. Sepertinya ia tahu siapa orang yang meletakkan batu dan surat tersebut. 


Di tempat lain, Yeon dan Woon sedang berlatih bela diri. Diam-diam, Seol mengamati mereka dengan cemas. Yeon dan Woon mengambil ancang-ancang. Sekilas, Woon melirik ke arah Seol dan sepertinya menyadari keberadaannya. Yeom dengan cepat mempergunakan kesempatan itu untuk menyerang Woon. Woon membalas serangan Yeom dengan cekatan dan akhirnya bisa memenangkan pertandingan. Seol mengeluh. Kenapa Yeom kalah? Seusai menjatuhkan Yeom, Woon menoleh ke arah Seol. 


Seol buru-buru menutupi wajahnya dan melarikan diri.

Yeom memuji kemahiran pedang Woon. Yeom tetap tidak bisa mengalahkan Woon walaupun sudah bertahun-tahun berlatih.  Yeom bertanya-tanya kenapa Pengeran yeom tidak datang menemui mereka. Yeom terus bicara, tidak menyadari kedatangan Yang Myeong. Woon melihat Yang Myeong, namun Yang Myeong menyuruhnya diam.


"Sekarang hanya tinggal kita berdua dan aku merasa sedikit kesepian." ujar Yeom, terus mengoceh.

"Jika aku tahu kau akan merindukan aku seperti ini, aku tidak akan pernah pergi." ujar Yang Myeong.
Yeom menoleh dengan kaget.  Melihat pangeran Yang Myeong. 


Yang Myeong membuka kedua lengannya, hendak memeluk Yeom. "Heo Yeom-ku tersayang!" serunya seraya memeluk Yeom. "Selamat atas kelulusanmu di ujian negara!" Setelah puas memeluk Yeom, Yang Myeong berpaling pada Woon, yang sejak tadi hanya melihat mereka berdua dalam diam. Yang Myeong memanggil Woon. Yang Myeong meloncat ingin memeluk Woon, namun dengan gesit (dan tetap tenang), Woon menghindar ke kanan. Yeom tersenyum tertahan.

Yeom berusaha mengalihkan perhatian. "Apakah perjalananmu menyenangkan?" tanyanya.


"Lebih dari menyenangkan." jawab Yang Myeong ceria seraya merangkul sahabat-sahabatnya.


Yang Myeong, Woon dan Yeom minum bersama. Yeom berkata kalau dia dan Woon menunggunya. Myeong minta maaf karena dia harus menemui seseorang terlebih dulu. Seseorang yang dia cintai. Yeom melongo seraya menarik tangannya. "Dalam waktu singkat, kau sudah memiliki seseorang di hatimu?" tanyanya. "Kenapa aku tidak pernah mendengarmu menyinggung hal itu? Kau tidak memanjat dinding lagi kan?"

"Aku adalah seorang pangeran, mana mungkin aku memanjat dinding untuk mengintip wanita?" ujar Yang Myeong menjawab kecurigaan Yeom. "Diluar fakta bahwa dia itu adikmu, mana mungkin aku melakukannya?"

Yeom terlihat kesal. "Walaupun adikku masih kecil, namun tetap saja pria dan wanita itu berbeda." katanya. "Bukankah terakhir kali kau melihatnya, kau sangat kesal? Kenapa kau masih saja menemuinya?"

"Aku tahu, aku tahu." potong Yang Myeong. "Aku mengerti dengan jelas, jadi jangan bahas itu lagi. Kau cerewet sekali."

Melihat pertengkaran Yang Myeong dan Yeom membuat Woon tersenyum tipis. "Kau lihat itu?!" seru Yang Myeong pada Yeom. "Dia tersenyum! Balok es ini tahu juga cara tersenyum! Ini sebuah fenomena unik yang hanya bisa kau lihat sekali seumur hidup!" Yeom tetap ngambek dan tidak terpengaruh.

"Jika kau berani memanjat dinding dan mengintip adikku lagi, aku tidak akan tinggal diam." ujarnya sambil cemberut.
"Aku mengerti!" seru Yang Myeong.
"Aku punya hadiah untuk kalian berdua." ujar Yang Myeong.
Ia mengeluarkan dua buah batu dan meletakkannya di atas meja di hadapan Woon dan Yeom.
"Ini adalah jimat yang akan membawa keberuntungan untuk kalian di masa depan." katanya. "Batu-batu ini dinamakan Batu Mistis. Apa kalian sudah pernah dengar?"

Yeom dan Woon mengamati batu itu.
"Suatu saat nanti, kalian berdua akan menjadi bawahan Putra Mahkota." ujar Yang Myeong dengan tersenyum, namun ekspresinya sedih.

Mendengar perkataan Yang Myeong, Yeom dan Woon langsung meletakkan kembali batu tersebut ke meja.
"Kenapa dengan ekspresi kalian?" tanya Yang Myeong, berusaha kembali terlihat ceria. "Jika kalian sudah menempati posisi kalian, kita tidak akan bisa berkumpul dan minum seperti ini lagi."
Yang Myeong, Yeom dan Woon bersulang. Diam-diam, Yang Myeong tersenyum tipis, namun terlihat pahit.

Di Kerajaan Raja dan para pejabat mengadakan pertemuan. Para pejabat menyerahkan perkamen rekomendasi kandidat yang akan bertanggung jawab atas pendidikan Putra Mahkota.
Hwon bertanya-tanya siapa orang yang akan dipilih untuk menjadi mentornya. Dalam hati dia berkata, berapa lama guru barunya akan bertahan menghadapinya.


Para dayang menunduk memberi hormat ketika Hwon berjalan melewati mereka menuju ruang belajar. Para dayangpun bergosip hal  yang sama dengan Hwon mengenai berapa lama guru Hwon akan bertahan lama.
Mendadak, mereka terpesona melihat seorang pemuda lewat. Pemuda itu terlihat sangat menawan sampai-sampai seorang dayang pingsan karena tidak kuasa menghadapi pesona pemuda tersebut. Pemuda itu tidak lain adalah Yeom.

Hwon menunggu mentor barunya datang dengan wajah sebal. Dan akhirnya Gurunya tiba. Pintu terbuka. Guru baru Hwon ternyata adalah Yeom, Yeompun memperkenalkan dirinya. Yeom bersujud memberi hormat pada Hwon. Dengan acuh, Hwon membolak-balik buku tanpa menatap Yeom. Ketika Yeom bangkit setelah selesai memberi hormat, Hwon melihatnya sekilas.


Hwon langsung menganga, terperanjat menatap wajah mentor barunya yang luar biasa tampan.

Mengetahui kakaknya akan menjadi mentor Hwon membuat Yeon Woo menjadi sedikit cemas. Ketika merajut, tanpa sengaja ia mengenai jarinya dengan jarum. Yeon Woo berpikir bahwa Hwon-lah yang memilih kakaknya menjadi mentor karena Hwon tahu kalau Yeom adalah kakaknya.
Setelah lepas dari rasa terkejutnya, Hwon bertanya pada Yeom berapa umurnya. Yeom menjawab 17 tahun. Hwon tertawa merendahkan dengan berkata dengan umur yang begitu muda, kau pasti memiliki orang belakang yang punya kekuasaan tinggi. Yeom terlihat marah, namun tetap diam.
Di sisi lain, ibu suri begitu marah mengetahui kalau Yeom-lah orang yang menjadi mentor Hwon. Dae Hyeong meyakinkan Ibu Suri kalau tidak lama lagi Yeom pasti akan mundur dengan sukarela karena tidak tahan dengan sikap Hwon. Namun Ibu Suri tidak yakin. Ia merasa Raja sedang merencanakan sesuatu dengan menunjuk Yeom sebagai mentor Hwon. Ibu Suri takut kalau Yeom bisa meluluhkan Hwon.
Perkiraan Ibu Suri memang tidak salah. Raja Seong Jo memang merencanakan sesuatu.
Hwon ngomel-ngomel karena ayahnya mengirimkan guru yang umurnya masih sangat muda dan tidak terpaut jauh darinya. Kasim memperoleh informasi kalau Yeom adalah juara akademik ujian negara. "Jika kau ingin ketampanan, kau akan mendapat ketampanan darinya." kata Kasim pada Hwon mengenai Yeom. "Jika kau ingin pengetahuan, kau akan mendapat pengetahuan darinya. Jika kau ingin kebaikan, kau akan mendapat kebaikan hatinya. Ia sempurna tak bercela. Ia adalah idola di sekolah! Bahkan orang yang mulanya membencinya, akan dengan senang hati menjadi temannya jika sudah bertemu dengan Yeom."

Hwon mendengarkan dengan ekspresi kesal. Kasim terus-menerus memuji Yeom dengan sangat bersemangat. Hwon menyuruh kasim berhenti bicara dan pergi dari hadapannya. Kasim menunduk dan berjalan pergi.
 
Yeon Woo masuk ke kamar ketika kakaknya sedang belajar. Dia bertanya tentang hari pertama kakaknya mengajar putra mahkota.
"Kakak, wajahmu penuh kekhawatiran." ujar Yeon Woo. "Adakah sesuatu yang terjadi di istana? Apa Yang Mulia menyebabkan masalah untukmu?"
"Bukan begitu." jawab Yeom. "Yang Mulia memberiku tantangan."
"Tantangan apa?" tanya Yeon Woo penasaran. "Mungkin aku bisa membantu."
"Kelihatannya Putra Mahkota salah paham padaku." kata Yeom. "Aku tidak tahu bagaimana caranya membuka hati Putra Mahkota yang tertutup rapat. Bukan hanya itu, ia juga tidak bisa menerima orang semuda aku menjadi gurunya."
"Itu bukan karena kakak!" seru Yeon Woo. "Itu karena..."
"Mungkin itu karena aku." gumam Yeon Woo dalam hati, menyimpulkan sendiri.
Melihat Yeon Woo, Yeom menjadi cemas. "Ini salahku hingga kau menjadi khawatir." katanya.
"Kakak ingin memperoleh hati Putra Mahkota, bukan?" tanya Yeon Woo.
"Apa kau punya ide?"


Keesokkan harinya, Yeom mengajari Hwon belajar. Hwon kelihatan malas-malasan dan tidak peduli. Ia hanya membolak-balikkan bukunya sepanjang jam pelajaran tanpa mengatakan apapun. Yeom juga hanya duduk diam selama beberapa waktu, kemudian berkata, "Pelajaran kita berakhir dsini." Hwon menarik napas panjang. "Kau sangat memalukan." katanya. "Kau tidak mengajariku apa-apa, tapi menerima gaji."
"Itu karena aku merasa Yang Mulia belum siap menerima pelajaran yang akan kuberikan." jawab Yeom. "Jadi, sebegai ganti pelajaran hari ini, bolehkan aku menghadiahkan Anda sebuah teka-teki?"
"Teka-teki?" tanya Hwon.
"Benar." jawab Yeom. "Jika Anda berhasil menebak teka-teki ini, aku akan memenuhi permintaan Yang Mulia dan mundur sebagai mentor Anda. Tapi jika Yang Mulia tidak bisa menebak jawabannya, Yang Mulia harus belajar dan menunjukkan sikap dengan baik."
Hwon setuju dan Yeom mengungkapkan teka-tekinya.
"Apa yang bisa membuat dunia terang dalam satu saat dan gelap di saat yang lain?"
"Itu teka-teki yang terlalu sederhana." protes Hwon.
"Kurasa sama sekali tidak sederhana." ujar Yeom. "Kuharap Yang Mulia akan memberi jawabannya saat pembelajaran kita selanjutnya."
"Dan saat itu juga aku tidak akan pernah mau melihat wajahmu lagi." ujar Hwon tajam.
Ketika sedang berjalan menuju Kediaman Ibu Suri, Putri Min Hwa, adik Hwon, melihat para kasim membawa banyak buku ke kediaman Hwon. Karena penasaran, ia langsung berlari ke sana.

"Kakak!" seru Min Hwa, melihat kakakya membaca banyak sekali buku di ruang belajarnya. "Jadi kau mulai tertarik untuk belajar? Bagaimana kau bisa menyelesaikan buku sebanyak ini?"
"Aku tidak punya waktu untuk bermain denganmu, Min Hwa." ujar Hwon kesal.
"Kenapa denganmu, Kakak?" tanya Min Hwa. Karena Hwon malas menjelaskan, akhirnya Min Hwa bertanya pada Kasim.
Kasim menjawab kalau saat ini Hwon sedang berusaha memecahkan sebuah teka-teki.
"Teka-teki apa? Katakan padaku!" ujar Min Hwa antusias.
Kasim berbisik di telinga Min Hwa, "Apa yang bisa membuat dunia terang dalam satu saat dan gelap di saat yang lain?"
"Mungkah kelopak mata?" tanya Min Hwa. "Jika kau memejamkan mata seperti ini, dunia akan gelap dan jika kau membuka mata seperti ini, dunia akan menjadi terang."
Hwon menoleh ke Min Hwa dengan pandangan kesal. "Ck ck ck... Cara berpikirmu terlalu sederhana." katanya.


Saat belajar dengan Yeom lagi, dengan percaya diri Hwon menjawab teka-teki dari Yeom yang diberikan padanya kemarin. "Jawabannya adalah politik monarki." kata Hwon pada Yeom saat mereka bertemu lagi di ruang belajar. Hwon  menjelaskan panjang lebar mengenai politik monarki. Secara kebetulan, saat itu Raja sedang berada di luar. Ia mendengar suara Hwon yang sedang menjelaskan.
Tapi Yeom menyalahkan jawaban dari Hwon. Dan memberi tahu kalau jawaban yang benar adalah kelopak mata. Semua orang yang mendengarkan percakapan mereka dari luar terkejut. Raja tersenyum tipis. Hwon kesal, dia tidak terima jawabannya disalahkan. Dia menganggap Yeom sedang mempermainkannya.
"Apa karena jawaban itu tidak ada dibuku, maka Anda menganggap itu rendahan?" tanya Yeom. "Dari pandangan anak kecil, semua hal di dunia ini bisa menjadi pertanyaan dan semua hal di dunia bisa menjadi jawaban. Dalam proses pembelajaran, ada dua hal penting yang harus diingat. Pertama, kesombonganmu atas pengetahuan dan yang kedua adalah prasangkamu dalam menetapkan sesuatu. Kedua hal ini akan menutup mata dan pikiran Yang Mulia dengan kegelapan."

Hwon kelihatan marah dan memanggil kasimnya masuk. Namun betapa kaget kasim dan Yeom ketika Hwon memerintahkan kasimnya untuk menyiapkan hidangan untuk gurunya.
"Hari ini aku akan menghormatimu sebagai mentor yang hebat." ujar Hwon seraya tersenyum dan memberi hormat pada Yeom.
Di luar, Raja tersenyum. "Kelihatannya Putra Mahkota sudah menemukan guru yang cocok." katanya.

Di kamarnya, Min Hwa tertawa terbahak-bahak, saat tahu kakaknya menyerah dengan guru barunya. Diapun berniat menemui guru baru kakaknya dan mengatakan kalau jawabannya benar. Min Hwa berlari menuju ruang belajar Hwon untuk melihat Yeom. Ia terpesona pada Yeom. Ketika sekilas Yeom menoleh ke arahnya, Min Hwa langsung menutupi wajahnya, malu.
Yeom dan Hwon berbincang. Yeom bercerita bahwa adiknya-lah yang telah memberinya keberanian menantang Hwon. Awalnya Yeom terlihat cemas takut Hwon marah karena semua itu bukan darinya, tapi ternyata Hwon malah menyuruh kasim untuk membungkuskan beberapa manisan untuk adiknya Yeom. Yeom tersenyum lega.
Setelah selesai makan dan mengobrol dengan Yeom, Hwon berjalan kembali ke ruangannya bersama kasim. Disana, Hwon akhirnya tahu kalau Yeom adalah juara akademik ujian negara dan teringat pada Yeon Woo. Saat Hwon pertama kali bertemu dengan Yeon Woo, Yeon Woo bercerita bahwa ia datang ke istana untuk menyaksikan penaugerahan untuk kakaknya. Hwon sangat terkejut. Tapi dia akhirnya tersenyum senang.
Yeom menyerahkan hadiah dari Hwon pada Yeon Woo. Yeon Woo terkejut menerima hadiah tersebut. Ia keluar dan berdiri di halaman. Bunga-bunga berguguran dan bayangan Hwon muncul di sampingnya.

"Apa kau sudah berhasil menebak teka-teki yang kuberikan?" tanya Hwon.
"Apa kau benar-benar Putra Mahkota?" tanya Yeon Woo.
"Menurutmu?"
"Kuharap kau bukan." ujar Yeon Woo. Ia juga menanyakan apa maksud Hwon memberikan hadiah tersebut padanya. Namun Hwon tidak menjawab dan hanya tersenyum.
Bayangan Hwon menghilang dari sisi Yeon Woo.


Dae Hyeong dan komplotannya membahas mengenai Yeom. Raja pasti merencanakan sesuatu dengan mengirim Yeom menjadi mentor Hwon. Mereka harus segera menangani masalah ini.
Dae Hyeong pulang dalam keadaan mabuk. Istri dan putrinya, Yoon Bo Kyung, menyambutnya. Tiba-tiba dia bertanya pada anaknya, apakah B Kyung mau melihat istana, jika mau Dae Hyeong bisa membuatnya hidup disana. Bo Kyung terlihat bingung. Dae Hyeong rupanya punya rencana untuk menjadikan Bo Kyung seorang Ratu.


Seol mengantarkan Yeon Woo ke kota untuk membeli kertas. Yeon Woo ingin menulis surat pengakuan kesalahan pada Hwon.
"Kenapa kau tidak menemuinya saja dan memohon maaf?" tanya Seol.
"Dia bukan orang yang mudah ditemui." kata Yeon Woo.
"Memangnya siapa dia? Orang kerajaan atau Putra Mahkota?" tanya Seol polos.
Yeon Woo hanya diam. Ia lebih mengkhawatirkan kakaknya dibandingkan dirinya sendiri. Ia takut Hwon melakukan sesuatu pada Yeom. Seol meminta izin Yeon Woo untuk melihat toko pandai besi. Yeon Woo sendirian di toko kertas. Mendadak Yang Myeong muncul dibelakangnya.

Seol berlari dengan sangat bersemangat menuju toko pandai besi.


Di tengah jalan, tanpa sengaja ia menabrak Bo Kyung hingga keduanya terjerembab ke tanah.
Pelayan Bo Kyung membantu Bo Kyung berdiri. Disana banyak sekali orang yang melihat. Walaupun terlihat marah, namun Bo Kyung pura-pura tersenyum ramah. Dia tidak marah, dan memaafkan Seol dengan mengatakan kalau Seol tidak sengaja.
Seol tersenyum lega. "Terima kasih nona." katanya seraya berlari pergi.
Bo Kyung langsung cemberut lagi. Bo Kyung dan pelayannya pergi ke toko perhiasan untuk mengambil pesanan mereka. Saat itu pelayan Bo Kyung menyadari ada sesuatu yang hilang dan langsung menuduh Seol yang mencuri.
"Nona, tunggu sebentar disini." kata pelayan Bo Kyung.
Setelah pelayannya pergi, Bo Kyung melihat dompet pelayannya terjatuh. Tapi Bo Kyung membiarkannya dan tersenyum jahat.
Seol punya ketertarikan besar pada bidang pandai besi. Di masa depan, ia tahu dengan baik mengenai macam-macam dan jenis-jenis pedang. Ketika sedang asik melihat para pandai besi bekerja, pelayan Bo Kyung menarik dan menampar Seol hingga jatuh. Ia menuduh Seol mencuri dompetnya.

"Hentikan!" Bo Kyung datang dan menengahi pertengkaran. "Apa yang kalian lakukan? Banyak orang yang melihat!"
"Percayalah, Nona." Seol berlutut pada Bo Kyung. "Aku sungguh tidak mencuri."

Bo Kyung tersenyum. "Jadi, maksudmu kau tidak bersalah?"
"Benar!" jawab Seol.
"Kalau begitu, buktikan bahwa kau bukan pencuri." tantang Bo Kyung.
Seol diam.

Yang Myeong mengganggu Yeon Woo ketika sedang memilih kertas.
"Aku adalah kakak Putra Mahkota." kata Yang Myeong. "Aku akan membantumu memilih."
Yeon Woo kesal dan pergi meninggalkan toko.

Mendadak hujan turun dengan deras. Yeon Woo berlari untuk mencari tempat meneduh. Tiba-tiba  Yang Myeong muncul dan menutupi kepala Yeon Woo dengan jubahnya. Yeon Woo terkejut. Yang Myeong mengajak Yeon Woo meneduh di sebuah rumah.


Di dalam rumah itu banyak sekali tanaman. Rupanya itu adalah rumah kaca. Melihat Yang Myeong membuat Yeon Woo teringat cerita Hwon mengenai kakaknya. Yang Myeong menunjukkan sebuah pot berisi bunga krisan.
"Yang Mulia suka bunga ini." katanya pada Yeon Woo. "Bunga ini juga bisa melambangkan pengakuan kesalahan."
"Orang seperti apa Yang Mulia itu?" tanya Yeon Woo hati-hati. "Aku ingin tahu."
"Bagaimana ya mengatakannya? Dia selalu memikirkan rakyat dan negaranya." jawab Yang Myeong. "Dia orang yang sangat ketat, namun juga punya sisi halus."
Yang Myeong teringat ketika Raja selalu memarahinya, sementara pada Hwon selalu bersikap lembut.
"Kau sudah lama berkelana." ujar Yeon Woo. "Tidakkah kau ingin kembali keistana. orang-orang mungkin merindukanmu."
"Siapa yang merindukan aku?" tanya Yang Myeong.
"Putra Mahkota..." Yeon Woo berkata spontan dan langsung terdiam.
"Mereka terlalu sibuk dan tidak akan punya waktu untuk bertemu denganku." tolak Yang Myeong.

Di lain sisi, Seol dipukuli habis-habisan di halaman rumah keluarga Yoon. Di dalam rumah, Bo Kyung dengan tenang membaca buku. Bo Kyung sengaja ingin balas dendam pada Seol karena sudah menabraknya.

Yeon Woo bergegas datang ketika mengetahui kalau Seol dituduh mencuri. Yeon Woo bertanya kenapa Seol dipukuli. Bo Kyung keluar dari rumah karena mendengar suara Yeon Woo. Yeon Woo memperkenalkan diri sebagai putri Kepala Pejabat penting istana dan menjelaskan kalau pasti ada kesalahpahaman. Bo Kyung  berpura-pura kalau sebelumnya ia tidak pernah mengizinkan anak buahnya memukuli Seol.
"Mendidik orang rendahan memang tidak mudah." kata Bo Kyung pada Yeon Woo. "Sebelum ia melakukan kejahatan yang lebih besar, lebih baik kau segera menjualnya."
"Aku akan mengembalikan uangmu yang hilang." ujar Yeon Woo tenang.
"Tidak perlu." tolak Bo Kyung. "Karena kami sudah menyakiti pelayanmu, kuanggap kita impas."

"Nona, anak ini bukanlah sesuatu yang bisa dibeli dan dijual." ujar Yeon Woo. "Dia adalah teman dan keluargaku. Bagiku, sama sekali tidak ada perbedaan antara bangsawan dan rakyat jelata. Yang berbeda adalah sifat dari keduanya. Aku tidak tahu berapa jumlah uangmu yang hilang, tapi apakah itu setara dengan rasa sakit dihatinya?"
"Apa katamu?"
Yeon Woo melanjutkan. "Kuanggap kau sudah mengampuninya, jadi aku akan membawanya pulang."
Yeon Woo kemudian memapah Seol pulang.
Yeom membawakan hadiah dari Yeon Woo sebagai ganti pemberian Hwon. Yeon Woo memberikan sebuah pot berisi tanah tanpa tanaman. Bukannya belajar, Hwon malah menanyakan pada Yeom mengenai Yeon Woo. Yeom bercerita kalau sejak kecil, Yeon Woo suka sekali membaca.
"Dia sangat berbeda dengan adikku, Min Hwa." Hwon ikut bercerita panjang lebar mengenai adiknya juga. "Dia juga sangat cengeng."

Mendadak pintu terbuka dan Min Hwa masuk ke dalam ruangan sambil menangis.
"Aku membencimu, Kak!" tangis Min Hwa.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Hwon kaget. "Kenapa kau menangis?"
"Kau mengatakan hal buruk mengenai aku!" rengek Min Hwa. "Lebih lagi, kau mengatakannya di depan orang ini." Ia menunjuk Yeom.

Min Hwa mendekati Yeom dan menyentuh wajahnya.
"Semua yang dikatakan Putra Mahkota bohong." tangis Min Hwa. "Aku tidak cengeng. Aku wanita yang baik."
Yeom bingung. "Aku mengerti, aku mengerti." katanya menenangkan. "Jangan terlalu marah. Jika kau menangis terus, pipi cantikmu akan kotor."
Min Hwa langsung berhenti menangis. "Aku... cantik?" tanyanya, tersenyum. "Apa aku benar-benar cantik?"
Yeom bingung. Hwon hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Min Hwa.

Hwon membuka surat dari Yeon Woo. Yeon Woo menghias kertas dengan sangat cantik sampai-sampai membuat Hwon terpana. Hwon membaca surat itu, yang berisi sebuah sajak.
"Seorang biksu yang hidup di gunung, mendambakan sinar rembulan. Ia kemudian melihat cahaya bulan itu mengambang dalam sebuah botol, kemudian mengisinya. Tapi di kuil ia menyadari bahwa jika kau membuka botol dan menuang airnya, maka bulan itu akan menghilang."
Yeon Woo memohon pada Hwon agar memaafkan segala kesalahannya dan melupakan kejadian waktu itu.

"Jadi ia sudah bisa menebak teka-teki yang kuberikan dan memintaku melupakannya." gumam Hwon tersenyum seraya menatap pot pemberian Yeon Woo. "Bagaimana mungkin aku melupakanmu?"

Min Hwa meminta ayahnya agar menyuruh Yeom mengajarinya pelajaran juga. Namun sayang Raja menolak. Min Hwa langsung menangis. Dae Hyeong menyarankan pada Raja agar menjadikan putrinya, Bo Kyung, sebagai teman belajar Min Hwa. Namun Raja malah meminta putri Young Jae, yakni Yeon Woo, untuk ikut serta juga.
Young Jae menyampaikan pesan Raja pada Yeon Woo dan Yeon Woo setuju. Namun hal itu malah membuatnya tidak tenang. Istana adalah tempat yang berbahaya. Ia khawatir pada anak-anaknya.

Malam itu, Nok Young mengunjungi makam Ari. Iya bertanya siapa sebenarnya anak yang harus dia lindungi.

Keesokkan harinya di istana, Ratu dan Ibu Suri berbincang. Ibu Suri mengatakan pada Ratu agar berhati-hati dan terus memantau, karena mungkin saja diantara salah satu teman belajar Min Hwa ada yang akan menjadi istri Hwon.

Nok Young dan para peramal balai samawi kembali ke istana. Anak kecil yang pernah di tolong oleh Yang Myeong berada diantara mereka juga. Sesampainya di gerbang, Nok Young turun dari dalam tandu. Disaat yang sama, Yeon Woo juga turun dari tandu tidak jauh darinya.

Nok Young terkejut melihat Yeon Woo. Ia teringat perkataan Ari, "Walaupun berada dekat dengan matahari akan mendatangkan bencana, namun takdirnya adalah berada di sisi matahari dan melindunginya. Tolong pastikan agar anak itu aman. Jaga dia demi aku."
Tidak lama kemudian, sebuah tandu lagi datang dan Bo Kyung melangkah keluar.

Nok Young terkejut melihatnya.

Bo Kyung menoleh ke arah Yeon Woo. Yeon Woo membalas pandangannya. Dalam hati Nok Young berkata, kalau merekalah dua bulan itu.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Images by Freepik