Setelah berpuasa
selama tiga puluh hari penuh dan tiba saat ia harus menghadap kepada Allah di
atas bukit Thur Sina Nabi Musa merasa segan akan bermunajat dengan Tuhannya
dalam keadaan mulutnya berbau kurang sedap akibat puasanya. Maka ia
menggosokkan giginya dan mengunyah daun-daunan dalam usahanya menghilangkan bau
mulutnya. Ia ditegur oleh malaikat yang datang kepadanya atas perintah Allah.
Berkatalah malaikat itu kepadanya: "Hai Musa, mengapakah engkau harus
menggosokkan gigimu untuk menghilangkan bau mulutmu yang menurut anggapanmu
kurang sedap, padahal bau mulutmu dan mulut orang-orang yang berpuasa bagi kami
adalah lebih sedap dan lebih wangi dari baunya kasturi. Maka akibat tindakanmu
itu, Allah memerintahkan kepadamu berpuasa lagi selama sepuluh hari sehingga
menjadi lengkaplah masa puasamu sepanjang empat puluh hari."
Nabi Musa mengajak tujuh puluh orang yang telah dipilih diantara pengikutnya
untuk menyertainya ke bukit Thur Sina dan mengangkat Nabi Harun sebagai
wakilnya mengurus serta memimpin kaum yang ditinggalkan selama kepergiannya ke
tempat bermunajat itu.
Pada saat yang telah ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri di bukit Thur
Sina mendahului tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta. Dan ketika ia
ditanya oleh Allah: "Mengapa engkau datang seorang diri mendahului kaummu,
hai Musa?" Ia menjawab: "Mereka sedang menyusul di belakangku, wahai
Tuhanku. Aku cepat-cepat datang lebih dahulu untuk mencapai redha-Mu."
Berkatalah Musa dalam munajatnya dengan Allah: "Wahai Tuhamku,
nampakkanlah zat-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu"
Allah berfirman: "Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cubalah
lihat bukit itu, jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya sebagaimana sedia
kala, maka nescaya engkau akan dapat melihat-Ku." Lalu menolehlah Nabi
Musa mengarahkan pandangannya kejurusan bukit yang dimaksudkan itu yang seketika
itu juga dilihatnya hancur luluh masuk ke dalam perut bumi tanpa menghilangkan
bekas. Maka terperanjatlah Nabi Musa, gementarlah seluruh tubuhnya dan jatuh
pengsan.
Setelah ia sedar kembali dari pengsannya, bertasbih dan bertahmidlah ia seraya
memohon ampun kepada Allah atas kelancangannya itu dan berkata: "Maha
Besarlah Engkau wahai Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah taubatku dn aku akan
menjadi orang yang pertama beriman kepada-Mu."
Dalam kesempatan bermunajat itu, Allah menerimakan kepada Nabi Musa kitab suci
"Taurat" berupa kepingan-kepingan batu-batu atau kepingan kayu
menurut sementara ahli tafsir yang di dalamnya tertulis segala sesuatu secara
terperinci dan jelas mengenai pedoman hidup dan penuntun kepada jalan yang
diredhai oleh Allah.
Allah mengiring pemberian "Taurat" kepada Musa dengan firman-Nya:
"Wahai Musa, sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari
manusia-manusia yang lain di masamu, untuk membawa risalah-Ku dan menyampaikan
kepada hamba-hamba-Ku. Aku telah memberikan kepadamu keistimewaan dengan dapat
bercakap-cakap langsung dengan Aku, maka bersyukurlah atas segala kurnia-Ku
kepadamu dan berpegang teguhlah pada apa yang Aku tuturkan kepadamu. Dalam
kitab yang Aku berikan kepadamu terhimpun tuntunan dan pengajaran yang akan
membawa Bani Isra'il ke jalan yang benar, ke jalan yang akan membawa
kebahagiaan dunia dan akhirat bagi mereka. Anjurkanlah kaummu Bani Isra'il agar
mematuhi perintah-perintah-Ku jika mereka tidak ingin Aku tempatkan mereka di
tempat-tempat orang-orang yang fasiq."
Bacalah tentang kisah munajat Nabi Musa ini, surah "Thaha" ayat 83
dan 84 dan surah "Al-a'raaf" ayat 142 sehingga ayat 145 sebagaimana
berikut :~
"83~ Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?" 84~
Berkata Musa: "Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera
kepadamu ya Tuhanku, agar supaya Engkau redha kepadaku." { Thaha : 83 ~ 84
}
"142~ Dan Kami telah janjikan kepada Musa {memberikan Taurat} sesudah
berlalu waktu tiga puluh malam dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan
sepuluh {malam lagi}, maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya
empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya, yaitu Harun:
"Gantilah aku dalam {memimpin} kaumku dan perbaikilah dan janganlah kamu
mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakkan". 143~ Dan tatkala
Musa datang untuk {munajat} dengan {Kami} pada waktu yang telah Kami tentukan
dan Tuhan telah berfirman {langsung} kepadanya, berkatalah Musa: "Ya
Tuhanku nampakkanlah {Zat Engkau} kepadaku agar aku dapat melihat kepada
Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu sesekali tidak sanggup melihat-Ku,
tetapi melihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya {sebagai
sediakala} nescaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya nampak bagi
gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh
pengsan. Maka setelah Musa sedar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau,
aku bertaubat kepada-Mu dan aku orang yang pertama beriman." 144~ Allah
berfirman: "Hai Musa sesungguhnya Aku memilih kamu lebih dari manusia yang
lain {di masamu} untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung
dengan-Ku sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan
hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur." 145~ Dan Kami telah
tuliskan untuk Musa luluh {Taurat} segala sesuatu sebagai pengajaran bagi
sesuatu. Maka Kami berfirman: "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan
suruhlah kaummu berpegang kepada {perintah-perintahnya} yang sebaik-baiknya,
nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasiq." { Al-A'raaf:
142 ~ 145 }
Bani Isra'il
kembali menyembah patung anak lembu
Nabi Musa berjanji
kepada Bani Isra'il yang ditinggalkan di bawah pimpinan Nabi Harun bahwa ia
tidak akan meninggalkan mereka lebih lama dari tiga puluh hari, dalam
perjalananya ke Thur Sina untuk berminajat dengan Tuhan. Akan tetapi berhubung
dengan adanya perintah Allah kepada Musa untuk melengkapi jumlah hari puasanya
menjadi empat puluh hari, maka janjinya itu tidak dapat ditepati dan
kedatangannya kembali ke tengah-tengah mereka tertunda menjadi sepuluh hari
lebih lama drp yang telah dijanjikan.
Bani Isra'il merasa kecewa dan menyesalkan kelambatan kedtgan Nabi Musa kembali
ke tengah-tengah mrk. Mrk menggerutu dan mengomel dengan melontarkan kata-kata
kepada Nabi Musa seolah-olah ia telah meninggalkan mrk dalam kegelapan dan
dalam keadaan yang tidak menentu. Mrk merasa seakan-akan telah kehilangan
pimpinan yang biasanya memberi bimbingan dan petunjuk-petunjuk kepada mrk.
Keadaan yang tidak puas dan bingung yang sedang meliputi kelompok Bani Isra'il
itu, digunakan oleh seprg munafiq, bernama Samiri yang telah berhasil menyusup
ke tengah-tengah mrk, sebagai kesempatan yang baik untuk menyebarkan benih
syiriknya dan merusakkan akidah para pengikut Nabi Musa yang baru saja menerima
ajaran tauhid dan iman kepada Allah. Samiri yang munafiq itu menghasut mrk
dengan kata-kata bahwa Musa telah tersesat dalam tugasnya mencari Tuhan bagi
mereka dan bahawa dia tidak dapat diharapkan kembali dan karena itu dianjurkan
oleh Samiri agar mereka mencari tuhan lain sebagai ganti dari Tuhan Musa.
Samiri melihat bahwa hasutan itu dapat menggoyahkan iman dan akidah
pengikut-pengikut Musa yang memang belum meresapi benar ajaran tauhidnya segera
membuat patung bagi mereka untuk disembah sebagai tuhan pengganti Tuhannya Nabi
Musa. PAtung itu berbentuk anak lembu yang dibuatnya dari emas yang dikumpulkan
dari perhiasan-perhiasan para wanita. Dengan kepandaian tektiknya patung itu
dibuat begitu rupa sehingga dapat mengeluarkan suara menguap seakan-akan anak
lembu sejati yang hidup. Maka diterimalah anak patung lembu itu oleh Bani
Isra'il pengikut Nabi Musa yang masih lemah iman dan akidahnya itu sebagai
tuhan persembahan mereka.
Ditegurlah mereka oleh Nabi Harun yang berkata: "Alangkah bodohnya kamu
ini! Tidakkah kamu melihat anak lembu yang kamu sembah ini tidak dapat
bercakap-cakap dengan kamu dan tidak pula dapat menuntun kamu ke jalan yang
benar. Kamu telah menganiaya diri kamu sendiri dengan menyembah pada sesuatu
selain Allah."
Teguran Nabi Harun itu dijawab oleh mereka yang telah termakan hasutan Samiri
itu dengan kata-kata: "Kami akan tetap berpegang pada anak lembu ini
sebagai tuhan persembahan kami sampai Musa kembali ke tengah-tengah kami."
Nabi Harun tidak dapat berbuat banyak menghadapi kaumnya yang telah berbalik
menjadi murtad itu, karena ia khuatir kalau mereka dihadapi dengan sikap yang
keras, akan terjadi perpecahan di antara mereka dan akan menjadi keadaan yang
lebih rumit dan gawat sehingga dapat menyulitkan baginya dan bagi Nabi Musa
kelak bila ia datang untuk mencarikan jalan keluar dari krisis iman yang
melanda kaumnya itu. Ia hanya memberi peringatan dan nasihat kepada mereka
sambil menanti kedatangan Musa kembali dari Thur Sina.
Dalam pada itu, Nabi Musa setelah selesai bermunajat dengan Tuhan dan dalam
perjalanannya kembali ke tempat di mana kaumnya sedang menunggu memperolehi
isyarat tentang apa yang telah terjadi dan dialami oleh Nabi Harun selama
ketiadaannya. Nabi Musa sgt marah dan sedih hati tatkala ia tiba di tempat dan
melihat kaumnya sedang berpesta mengelilingi anak patung lembu emas,
menyembahnya dan memuji-mujinya. Dan karena sgt marah dan sedihnya ia tidak
dapat menguasai dirinya, kepingan-kepingan Taurat dilemparkan berantakan. Harun
saudaranya dipegang rambut kepalanya ditarik kepadanya seraya berkata menegur:
"Apa yang engkau buat tatkala engkau melihat mereka tersesat dan terkena
oleh hasutan dan fitnahan Samiri? Tidakkah engkau mematuhi perintahku dan
pesanku ketika aku menyerahkan mereka kepadamu untuk engkau pimpin? Tidakkah
engkau berdaya melawan hasutan Samiri dengan memberi petunjuk dan penerangan
kepada mereka dan mengapa engkau tidak cepat memadamkan api kemurtadan ini
sebelum menjadi besar begini?"
Harun berkata menanggapi teguran Musa: "Hai anak ibuku, janganlah engkau
memegang jangut dan rambut kepalaku, menarik-narikku. Aku telah berusaha
memberi nasihat dan teguran kepada mereka, namun mereka tidak mengindahkan
kata-kataku. Mereka menganggapkan aku lemah dan mengancam akan membunuhku. Aku
khawatir jika aku menggunakan sikap dan tindakan yang keras, akan terjadi
perpecahan dan permusuhan di antara sesama kita, hal mana akan menjadikan
engkau lebih marah dan sedih. Lepaskanlah aku dan janganlah membuatkan
musuh-musuhku bergembira melihat perlakuanmu terhadap diriku. Janganlah
disamakan aku dengan orang-orang yang zalim."
Setelah mereda rasa jengkel dan sedihnya dan memperoleh kembali ketenangannya,
berkatalah Nabi Musa kepada Samiri, orang munafiq yang menjadi biang keladi
dari kekacauan dan kesesatan itu: "Hai Samiri, apakah yang mendorongmu
menghasut dan menyesatkan kaumku, sehingga mereka kembali menjadi murtad,
menyembah patung yang engkau buatkan dari emas itu?"
Samiri menjawab: "Aku telah melihat sesuatu yang mereka tidak melihatnya.
Aku telah melihat kuda malaikat Jibril. aku mengambil segenggam tanah bekas
jejak telapak kakinya itu, lalu aku lemparkannya ke dalam emas yang mencair di
atas api dan terjadilah patung anak lembu yang dapat menguak, mengeluarkan
suara sebagaimana anak lembu biasa.Demikianlah hawa nafsuku membujukku untuk
berbuat itu."
Berkata Nabi Musa kepada Samiri: "Pergilah engkau dan jauhilah pergaulan
manusia sebab karena perbuatan kamu itu engkau harus dipencilkan dan menjadi
tabu {sesuatu yang terlarang} jika disentuh atau menyentuh seseorang ia akan
menderita sakit demam panas. Ini adalah ganjaranmu di dunia, sedang di akhirat
nerakalah akan menjadi tempatmu. Dan tuhanmu yang engkau buat dan sembah ini
kami akan bakar dan campakkannya ke dalam laut."
Kemudian berpalinglah Nabi Musa kepada kaumnya berkata: "Hai kaumku,
alangkah buruknya perbuatan yang kamu telah kerjakan setelah kepergianku!
Apakah engkau hendak mendahului janji Tuhanmu? Bukankah Tuhanmu telah
menjanjikan kepadamu janji yang baik, berupa kitab suci? Ataukah engkau menghendaki
kemurkaan Tuhan menimpa atas dirimu, karena perbuatanmu yang buruk itu dan
perlanggaranmu terhadap perintah-perintah dan ajaran-ajaranku."
Kaum Musa menjawab: "Kami tidak sesekali melanggar perjanjianmu dengan
kemahuan kami sendiri, akan tetapi kami disuruh membawa beban-beban perhiasan
yang berat kepunyaan orang Mesir yang atas anjuran Samiri kami lemparkan ke
dalam api yang sedang menyala. Kemudian perhiasan-perhiasan yang kami lemparkan
itu menjelma menjadi patung anak lembu yang bersuara, sehingga dapat
menyilaukan mata kepala kami dan menggoyahkan iman yang sudah tertanam di dalam
dada kami."
Berkata Musa kepada mrk: "Sesungguhnya kamu telah berbuat dosa besar dan
menyia-nyiakan dirimu sendiri dengan menjadikan patung anak lembu itu sebagai
persembahanmu, maka bertaubatlah kamu kepada Tuhan, Penciptamu dan Pencipta
alam semesta dan mohonlah ampun drpnya agar Dia menunjukkan kembali kepada
jalan yang benar."
Akhirnya kaum Musa itu sedar atas kesalahannya dan mengakui bahwa mereka telah
disesatkan oleh syaitan dan memohon ampun dan rahmat Allah agar selanjutnya
melindungi mereka dari godaan syaitan dan iblis yang akan merugikan mereka di
dunia dan akhirat. Demikian pula Nabi Musa beristighfar memohon ampun baginya
dan bagi Harun saudaranya setalah ternyata bahwa ia tidak melalaikan tugasnya
sebagai wakil Musa dalam menghadapi krisis iman yang dialami oleh kaumnya.
Berdoa Musa kepada Tuhannya: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan
masukkanlah kami berdua ke dalam lingkaran rahmat-Mu sesungguhnya Engkaulah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Setelah suasana yang meliputi hubungan Musa dengan Harun di satu pihak dan
hubungan mereka berdua dengan kaumnya di lain pihak menjadi tenang kembali,
kepingan-kepingan Taurat yang bertaburan sudah dihimpun dan disusun sebagaimana
asalnya, maka Allah memerintahkan kepada Musa agar membawa sekelompok dari
kaumnya menghadap untuk meminta ampun atas dosa mereka menyembah patung anak
lembu.
Tujuh puluh orang dipilih oleh Nabi Musa di antara kaumnya untuk diajak pergi bersama
ke Thur Sina memenuhi perintah Allah meminta ampun atas dosa kaumnya. Mereka
diperintahkan untuk keperluan itu agar berpuasa, mensucikan diri, pakaian
mereka dan pada waktu yang telah ditentukan berangkatlah Nabi Musa bersama
tujuh puluh orang itu menuju ke bukit Thur Sina.
Setiba mereka di Thur Sina turunlah awan yang tebal meliputi seluruh bukit,
kemudian masuklah Nabi Musa diikuti para pengikutnya ke dalam awan gelap itu
dan segera mereka bersujud. Dan sementara bersujud terdengarlah oleh kelompok
tujuh puluh itu percakapan Nabi Musa dengan Tuhannya. Pada saat itu timbullah
dalam hati mereka keinginan untuk melihat Zat Allah dengan mata kepala mereka
setelah mendengar percakapan-Nya dengan telinga.Maka setelah selesai Nabi Musa
bercakap-cakap dengan Allah berkatalah mereka kepadanya: "Kami tidak akan
beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang." Dan sebagai
jawapan atas keinginan mereka yang menunjukkan keingkaran dan ketakaburan itu,
Allah seketika itu juga mengirimkan halilintar yang menyambar dan merenggut
nyawa mereka sekaligus.
Nabi Musa merasa sedih melihat nasib fatal yang menimpa kelompok tujuh puluh
orang yang merupakan orang-orang yang terbaik di antara kaumnya. Ia berseru
memohon kepada Allah agar diampuni dosa mereka seraya berkata: "Wahai
Tuhanku, aku telah pergi ke Thur Sina dengan tujuh puluh orang yang terbaik di
antara kaumku kemudian aku akan kembali seorang diri, pasti kaumku tidak akan
mempercayaiku. Ampunilah dosa mereka, wahai Tuhanku dan kembalilah kepada mereka
nikmat hidup yang Engkau telah cabut sebagai pembalasan atas keinginan dan
permintaan mereka yang durhaka itu."
Alah memperkenankan doa Musa dan permohonannya dengan dihidupkan kembali
kelompok tujuh puluh orang itu, maka bangunlah mereka seakan-akan orang yang
baru sedar dari pengsannya. Kemudian pada kesempatan itu Nai Musa mengambil
janji dari mereka bahwa mereka akan berpegangan teguh kepada kitab Taurat
sebagai pedoman hidup mereka melaksanakan perinta-perintahnya dan menjauhi
segala apa yang dilarangnya.
Pokok cerita yang dihuraikan di atas, dikisahkan oleh Al-Quran dalam banyak
tempat, di antaranya surah "Thaha" ayat 85 sehingga 98, surah
"Al-A'raaf ayat 149, 151, 154, 155 dan surah "Al-Baqarah" ayat
55, 56, 63 dan 64 sebagai berikut :~
"85~ Allah berfirman: "Maka sesungguuhnya Kami telah menguji kaummu
sesudah kamu tinggalkan dan mereka telah disesatkan oleh Samiri." 86~
Kemudian Musa kembali kepada kaumnya, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan
kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu
bagimu atau kamu melanggar perjanjian dengan aku?" 87~ Mereka berkata:
"Kami sesekali tidak melanggar perjanjian kamu dengan kemahuan kami
sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka
kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya." 88~
Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mrk anak lembu yang bertubuh dan bersuara,
maka mereka berkata: "Inilah tuhanmu dan tuhan Musa tetapi Musa telah
lupa." 89~ Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahawapatung anak lembu
itu tidak dapat memberi jawapan kepada mereka dan tidak dapat memberi
kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan? 90~ Dan sesungguhnya
Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya: " Hai kaumku, sesungguhnya
kamu itu hanya diberi cubaan dengan anak lembu itu dan sesungguhnya Tuhanmu
ialah Tuhan Yang Maha Pemurah maka ikutilah aku dan taatilah perintahku."
91~ Mereka menjawab: "Kami akan tetap menyambah patung anak lembu ini,
hingga Musa kembali kepada kami." 92~ Berkata Musa: "Hai Harun, apa
yang menghalangi kamu ketika kamu melihat telah tersesat, 93~ {sehingga} kamu
tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah sengaja mendurhakai
perintahku?" 94~ Harun menjawab: "Hai putera ibuku, janganlah kamu
pegang jangutku dan jangan pula kepalaku; sesungguhnya aku khuatir bahawa kamu
akan berkata {kepadaku}: " Kamu telah memecah antara Bani Isra'il dan kamu
tidak memelihara amanatku." 95~ Berkatalah Musa: "Apakah yang
mendorongmu {berbuat demikian} hai Samiri?" 96~ Samiri menjawab: "Aku
mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya maka aku ambil segenggam
aari jejak rasul, lalu aku melemparkannya dan demikianlah nafsuku
membujukku." 97~ berkata Musa: "Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagi
kamu di dalam kehidupan di dunia ini hanya dapat menyatakan : Janganlah
menyantuh {aku}." Dan sesungguuhnya bagimu hukuman {di akhirat} yang kami
sesekali tidak dapat menghindarinya dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap
menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya kemudian kami sesungguhnya
akan menghamburkannya ke dalam laut {berupa abu yang berserakan} 98~
Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia.
Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu." { Thaha : 85 ~ 98 }
"149~ Dan setelah mereka sgt menyesali perbuatanya dari mengetahui bahwa
mereka telah sesat, mereka pun berkata: "Sesungguhnya jika Tuhan kami
tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami pastilah kami
menjadi orang-orang yang rugi." { Al-A'raaf : 149 }
"151~ Musa berdoa: "Ya Tuhanku ampunilah aku dan saudaraku dan
masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau dan Engkau adalah Maha Penyayang di
antara para Penyayang." { Al-A'raaf : 151 }
"154~ Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya kembali luh-luh
{Taurat} itu; dan dalam tulisannya terdpt petunjuk dan rahmatbutk orang-orang
yang takut kepada Tuhannya. 155~ Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari
kaumnya untuk {memohonkan taubat kepada Kami} pada waktu yang telah Kami
tentukan. Mak ketika mereka digoncang genpa bumi Musa berkata: "Ya Tuhanku!
kalau Engkau kehendaki tentulah Engkau telah membinasakan mereka dan aku
sebelum ini. Apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang
yang krg akal di antara kami? Itu hanyalah cubaan dari Engkau, Engkau sesatkan
dengan cubaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada
siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah yang memimpin kami maka ampunilah kami
dan berikanlah kepada kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun
sebaik-baiknya." { Al-A'raaf : 154 ~ 155 }
"55~ Dan {ingatlah} ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan
beriman kepadamu, sebelum kami melihat Allah dengan terang karena itu kamu
disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya" 56~ Setelah itu Kami
bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur." { Al-Baqarah :
55 ~ 56 }
"63~ Dan {ingatlah} ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kmai
angkatkan gunung { Thur Sina } di atas {seraya Kami berfirman} :
"Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu
apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa. Kemudian kamu berpaling setelah
{adanya perjanjian} itu, maka kalau tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya
atasmu, nescaya kamu tergolong orang yang rugi." { Al-Baqarah : 63 ~ 64 }
Bani Isra'il mengembara tidak berketentuan tempat tinggalnya
Tidak kurang-kurang
kurniaan Allah yang diberikan kepada kaum Bani Isra'il. Mereka telah dibebaskan
dari kekuasaan Fir'aun yang kejam yang telah menindas dan memperhambakan mereka
berabad-abad lamanya. Telah diperlihatkan kepada mereka bagaimana Allah telah
membinasakan Fir'aun , musuh mereka tenggelam di laut. Kemudian tatkala mereka
berada di tengah-tengah padang pasir yang kering dan tandus, Allah telah
memancarkan air dari sebuah batu dan menurunkan hidangan makanan "Manna
dan Salwa" bagi keperluan mereka.
Di samping itu Allah mengutuskan beberapa orang rasul dan nabi dari kalangan
mererka sendiri untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada mereka. Akan tetapi
kurnia dan nikmat Allah yang susul-menyusul yang diberikan kepada mereka,
tidaklah mengubah sifat-sifat mereka yang tidak mengenal syukur, berkeras
kepala dan selalu membangkang terhadap perintah Allah yang diwahyukan kepada
rasul-Nya.
Demikianlah tatkala Allah mewahyukan perintah-Nya kepada Nabi Musa untuk
memimpin kaumnya pergi ke Palestin, tempat suci yang telah dijanjikan oleh
Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menjadi tempat tinggal anak cucunya, mereka
membangkang dan enggan melaksanankan perintah itu. Alasan penolakan mereka
ialah karena mereka harus menghadapi suku "Kana'aan" yang menurut
anggapan mereka adalah orang-orang yang kuat dan perkasa yang tidak dapat
dikalahkan dan diusir dengan aduan kekuatan. Mereka tidak mempercayai janji
Allah melalui Musa, bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan dapat mengusir
suku Kan'aan dari kota Ariha untuk dijadikan tempat pemukiman mereka
selama-lamanya.
Berkata mereka tanpa malu, menunjuk sifat pengejutnya kepada Musa: "Hai
Musa, kami tidak akan memasuki Ariha sebelum orang-orang suku Kan'aan itu
keluar. KAmi tidak berdaya menghadapi mereka dengan kekuatan fizikal kerana
mereka telah terkenal sebagai orang-orang yang kuat dan perkasa. Pergilah
engkau berserta Tuhanmu memerangi dan mengusir orang-orang suku Kan'aan itu dan
tinggalkanlah kami di sini sambil menanti hasil perjuanganmu."
Naik pitamlah Nabi Musa melihat sikap kaumnya yang pengecut itu yang tidak mau
berjuang dan memeras keringat untuk mendapat tempat pemukiman tetapi ingin
memperolehnya secara hadiah atau melalui mukjizat sebagaimana mereka telah
mengalaminya dan banyak peristiwa. Dan yang menyedihkan hati Musa ialah
kata-kata mengejek mereka yang menandakan bahwa dada mereka masih belum bersih
dari benih kufur dan syirik kepada Allah.
Dalam keadaan marah setelah mengetahui bahawa tiada seorang drp kaumnya yang
akan mendampinginya melaksanakan perintah Allah itu, berdoalah Nai Musa kepada
Allah: "Ya Tuhanku, aku tidak menguasai selain diriku dan diri saudaraku
Harun, maka pisahkanlah kami dari orang-orang yang fasiq yang mengingkari
nikmat dan kurnia-Mu."
Sebagaimana hukuman bagi Bani Isra'il yang telah menolak perintah Allah
memasuki Palestin, Allah mengharamkan negeri itu atas mereka selama empat puluh
tahun dan selama itu mereka akan mengembara berkeliaran di atas bumi Allah
tanpa mempunyai tempat mukim yang tetap. Mereka hidup dalam kebingungan sampai
musnahlah mereka semuanya dan datang menyusul generasi baru yang akan mewarisi
negeri yang suci itu sebagaimana yang telah disanggupkan oleh Allah kepada Nabi
Ibrahim a.s.
Pokok cerita tersebut di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam surah
"Al-Maidah ayat 20 sehingga ayat 26 sebagaimana berikut :
"20~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku,
ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan
dijadikannya kamu orang-orang merdeka dan diberi-Nya kepada mu apa yang belum
pernah diberi-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat yang lain." 21~
HAi kaumku, masuklah ke tanah suci {Palestin} yang telah ditentukan oleh Allah
bagimu dan janganlah kamu lari kebelakang {karena takut kepada musuh} maka kamu
akan menjadi orang-orang yang rugi. 22~ Mereka berkata: "Hai Musa,
sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa sesungguhnya
kami tidak sesekali akan memasukinya sebelum mereka keluar drpnya. Jika mereka
keluar drpnya, pasti kami akan memasukinya" 23~ Berkatalah dua orang di
antara orrg-orang yang takut {kepada Allah} yang Allah telah memberi nikmat
atas keduanya: " Serbulah mereka melalui pintu gerbang {kota} itu, maka
bila kamu memasukinya nescaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah
hendaklah kamu bertawakkal, jika kamu orang-orang yang beriman." 24~
Mereka berkata: "Hai Musa, kami sesekali tidak akan memasuki
selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya karena itu pergilah kamu bersama
Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti
disini saja." 25~ Berkata Musa: "Ya Tuhanku, aku tidak menguasai
kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan
orang-orang yang fasiq itu." 26~ Allah berfirman : {Jika demikian} maka sesungguhnya
negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun {selama itu} mereka
akan berpusing-pusing kebingungan di bumi itu. Maka janagnlah kamu bersedih
hati {memikirkan nasib} orang-orang yang fasiq itu." { Al-Maidah : 20 ~ 26
}
Kisah sapi Bani Isra'il
Salah satu dari
beberapa mukjizat yang telah dinerikan oleh Allah kepada Nabi Musa ialah
penyembelihan sapi yang terkenal dengan sebutan sapi Bani ISra'il.
Dikisahkan bahwa ada seorang anak laki-laki putera tunggal dari seorang
kaya-raya memperolehi warisan harta peninggalan yang besar dari ayahnya yang
telah wafat tanpa meninggalkan seorang pewaris selain putera tunggalnya itu.
Saudara-saudara sepupu dari putera tunggal itu iri hati dan ingin menguasai
harta peninggalan yang besar itu atau setidak-tidaknya sebahagian daripadanya.
Dan kerana menurut hukum yang berlaku pada waktu itu yang tidak memberikan hak
kepada mereka untuk memperoleh walau sebahagian dari peninggalan bapa saudara
mereka , mereka bersekongkol untuk membunuh saudara sepupu pewaris itu,
sehingga bila ia sudah mati hak atau warisan yang besar itu akan jatuh kepada
mereka.
Pembunuh atas pewaris sah itu dilaksanakan menurut rencana yang tersusun rapi
kemudian datanglah mereka kepada Nabi Musa melaporkan, bahwa mereka telah
menemukan saudara sepupunya mati terbunuh oleh seorang yang tidak dikenal
identitinya mahupun tempat di mana iamenyembunyikan diri. Mereka mengharapkan
Nabi Musa dapat menyingkap tabir yang menutupi peristiwa pembunuhan itu serta
siapakah gerangan pembunuhnya.
Utk keperluan itu, Nabi Musa memohon pertolongan Allah yang segera menwahyukan
perintah kepadanya agar ia menyembelih seekor sapi dan dengan lidah sapi yang
disembelih itu dipukullah mayat sang korban yang dengan izin Allah akan bangun
kembali memberitahukan siapakah sebenarnya yang telah melakukan pembunuhan atas
dirinya.
Tatkala Nabi Musa menyampaikan cara yang diwahyukan oleh Allah itu kepada
kaumnya ia ditertawakan dan diejek karena akal mereka tidak dapat menerima bahwa
hal yang sedemikian itu boleh terjadi. Mereka lupa bahwa Allah telah
berkali-kali menunjukkan kekuasaan-Nya melalui mukjizat yang diberikan kepada
Musa yang kadang kala bahkan lebih hebat dan lebih sukar untuk diterima oleh
akal manusia berbanding mukjizat yang mereka hadapi dalam peristiwa pembunuhan
pewaris itu.
Berkata mereka kepada Musa secara mengejek: "Apakah dengan cara yang
engkau usulkan itu, engkau bermaksud hendak menjadikan kami bahan ejekan dan
tertawaan orang? Akan tetapi kalau memang cara yang engkau usulkan itu adalah
wahyu, maka cubalah tanya kepada Tuhanmu, sapi betina atau jantankah yang harus
kami sembelih? Dan apakah sifat-sifatnya serta warna kulitnya agar kami tidak
dapat salah memilih sapi yang harus kami sembelih?"
Musa menjawab: "Menurut petunjuk Allah, yang harus disembelih itu ialah
sapi betina berwarna kuning tua, belum pernah dipakai untuk membajak tanah atau
mengairi tanaman tidak cacat dan tidak pula ada belangnya."
Kemudian dikirimkanlah orang ke pelosok desa dan kampung-kampung mencari sapi
yang dimaksudkan itu yang akhirnya diketemukannya pd seorang anak yatim piatu
yang memiliki sapi itu sebagai satu-satunya harta peninggalan ayahnya serta
menjadi satu-satunya sumber nafkah hidupnya. Ayah anak yatim itu adalah seorang
fakir miskin yang soleh, ahli ibadah yang tekun yang pada saat mendekati waktu
wafatnya, berdoalah kepada Allah memohon perlindungan bagi putera tunggalnya
yang tidak dapat meninggalkan warisan apa-apa baginya selain seekor sapi itu.
Maka berkat doa ayah yang soleh itu terjuallah sapi si anak yatim itu dengan
harga yang berlipat ganda karena memenuhi syarat dan sifat-sifat yang
diisyaratkan oleh Musa untuk disembelih.
Setelah disembelih sapi yang dibeli dari anak yatim itu, diambillah lidahnya
oleh Nabi Musa, lalu dipukulkannya pada tubuh mayat, yang seketika bangunlah ia
hidup kembali dengan izin Allah, menceritakan kepada Nabi Musa dan para
pengikutnya bagaimana ia telah dibunuh oleh saudara-saudara sepupunya sendiri.
Demikianlah mukjizat Allah yang kesekian kalinya diperlihatkan kepada Bani
Isra'il yang keras kepala dan keras hati itu namun belum juga dapat
menghilangkan sifat-sifat congkak dan membangkang mereka atau mengikis-habis
bibit-bibit syirik dan kufur yang masih melekat pada dada dan hati mereka.
Ayat-ayat Al-Quran yang mengisahkan pokok cerita di atas, terdapat dalam surah
"Al-Baqarah ayat 67 sehingga 73 sebagaimana tersebut di bawah ini :~
"67~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyembelih sapi betina." Mereka berkata: "Apakah
kamu hendak menjadikan kami buah ejekan." Musa menjawab: "Aku
berlindung kepada Allah drp menjadi salah seorang dari orang-orang yang
jahil." 68~ Mrk menjawab: "Mohonlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar
Dia menerangkan kepada kami sapi betina apakah itu? Musa menjawab:
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang tidak tua dan tidak muda pertengahan antara itu maka kerjakanlah apa yang
telah diperintahkan kepadamu." 69~ Mereka berkata: "Mohonkanlah
kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apakah warnanya.
Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah
sapi betina yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang
memandangnya." 70~ Mrk berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk
kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena
sesungguhnya sapi itu {masih} samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya-Allah
akan dat petunjuk." 71~ Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman
bahwa sapi betina adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak
tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak cacat, tidak ada
belangnya." Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan
hakikat sapi betina yang sebenar." Kemudian mereka menyembelihnya dan
hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. 72~ Dan {ingatlah} ketika
kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan
Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. 73~ Lalu Kami
berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina
itu." Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati
dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti." {
Al-Baqarah : 67 ~ 73 }
Nabi Musa A.S.
dan Al-Khidir
Pada suatu ketika
berpidatolah Nabi Musa di depan kaumnya Bani Isra'il. Ia berdakwah kepada
mereka, memberi nasihat dengan mengingatkan kepada mereka akan kurnia dan
nikmat Allah yang telah dicurahkan kepada mereka yang sepatutnya diimbangi
dengan syukur dan pelaksanaan ibadah yang tulus, melakukan segala perintah-Nya
dan meninggalkan segala larangan-Nya. Kepada mereka yang beriman, bertaat dan
bertakwa, Nabi Musa menjanjikan pahala syurga dan bagi mereka yang mengingkari
nikmat Allah diancam dengan seksa api neraka.
Begitu Nabi Musa mengakhiri pidatonya bangunlah di antara para hadiri bertanya
kepadanya: "Wahai Musa, siapakah di atas bumi Allah ini paling pandai dan
paling berpengetahuan?" "Aku", jawab Musa. Apakah tidak ada
kiranya orang yang lebih pandai dan lebih berpengetahuan daripadamu?"
Tanya lagi si penanya itu. "Tidak ada" , ujar Musa seraya berkata
dalam hati kecilnya: " Bukankah aku Nabi terbesar di antara Bani Isra'il?
Aku adalah penakluk Fir'aun, pemegang berbagai mukjizat, yang telah dapat
membelah laut dengan tongkatku dan akulah yang memperoleh kesempatan
bercakap-cakap langsung dengan Tuhan. Maka kemuliaan apa lagi yang dapat
melebihi kemuliaan serta kebesaran yang aku capai itu, yang belum pernah
dialami dan dicapai oleh sesiapa pun sebelum aku."
Rasa sombong dan keunggulan diri yang tercermin dalam kata-kata Nabi Musa,
dicela oleh Allah yang memperingatkan kepadanya bahwa ilmu itu adalah lebih
luas untuk dimiliki oleh seseorang walaupun ia adalah seorang rasul dan bahwa
bagaimana luasnya ilmu dan pengetahuan seseorang, nescaya akan terdapat orang
lain yang lebih pandai dan lebih alim daripadanya. Selanjutnya untuk
melanjutkan kekurangan yang ada pada diri Nabi Musa Allah memerintahkan
kepadanya agar menemui seorang hamba-Nya di suatu tempat di mana dua lautan
bertemu. Hamba yang soleh yang telah diberinya rahmat dan ilmu oleh Allah itu
akan memberi tambahan pengetahuan dan ilmu kepada Nabi Musa sehingga dapat
menjadikan sedar bahwa tiada manusia yang dapat membanggakan diri dengan
mengatakan bahwa akulah orang yang terpandai dan berpengetahuan luas di atas
bumi ini.
Berkata Musa kepada Tuhan: "Wahai Tuhanku, aku akan pergi mencari hamba-Mu
yang soleh itu, bagi memperolehi bunga api ilmunya dan mendapat titisan air pengetahuan
dan ilham yang Engkau telah berikan kepadanya."
Allah berfirman kepada Musa: "Bawalah seekor ikan didalam sebuah keranjang
dalam perjalananmu mencari dia dan ketahuilah bahwa di tempat di mana engkau
akan kehilangan ikan di dalam keranjang itu, di situ engkau akan menemui
hamba-Ku yang soleh itu." Nabi Musa menyiapkan diri untuk perjalanan yang
jauh, didampingi oleh "Yusya' bin Nun" seorang drp para pengikutnya
yang setia. Ia membawa bekal makanan dan minuman di antaranya sebuah keranjang
yang terisi seekor ikan sesuai dengan petunjuk Allah. Ia berkeras hati tidak
akan kembali sebelum ia dapat menemui hamba yang soleh itu walaupun ia harus
melakukan perjalanan yang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun bila perlu. Ia
berpesan kepada teman sepejalanannya Yusya' bin Nun agar segera memberitahu
kepadanya bilamana ikan yang di dalam keranjang yang dibawanya itu hilang.
Tatkala Nabi Musa nerserta Yusya' bin Nun sampai di mana dua lautan bertemu
yang telah diisyaratkan dalam firman Allah kepadanya, tertidurlah ia di atas
sebuah batu yang besar yang berada di tepi lautan. Pada saat ia lagi tidur
nyenyak, turunlah hujan rintik-rintik, membasahi seekor di dalam keranjang itu
dan tanpa mereka ketahui melompatlah ikan tersebut itu masuk ke dalam laut.
Setelah Musa terjaga dari tidurnya, bangunlah mereka meneruskan perjalanan yang
tidak menentu arah mahupun tujuan. Dan dalam perjalanan yang sudah agak jauh,
berhentilah Musa beristirehat sekadar untuk menghilangkan rasa penatnya seraya
meminta dari Yusya bin Nun agar menyiapkan santapannya karena ia sudah sgt
lapar. Ketika Yusya bin Nun membuka keranjang untuk mengambil makanan
teringatlah olehnya akan ikan yang hilang dan melompat ke dalam laut. Maka
berkatalah Yusya' kepada Nabi Musa: "Aku telah dilupakan oleh syaitan
untuk memberitahu kepadamu segera, bahwa tatkala engkau berada di atas batu
karang sedang tidur nyenyak, ikan kami yang berada di dalam keranjang tiba-tiba
hidup kembali setelah kejatuhan air hujan dan melompat masuk ke dalam laut.
Sepatutnya aku melapurkan kkepadamu segera, sesuai dengan pesananmu, namun aku
dilupakan oleh syaitan."
Wajah Nabi Musa berseri-seri menjadi kegirangan mendengar berita itu dari
Yusya' karena telah dapat mengetahui di mana ia akan dapat bertemu dengan hamba
Allah yang dicari itu. Berkata Musa kepada Yusya': "Inilah tempat yang
kami tuju dan disini kami akan menemui orang yang kami cari. Marilah kami
kembali ke tempat batu karang itu yang menjadi tempat tujuan terakhir dari
perjalanan kami yang jauh ini."
Setiba mereka kembali di tempat di mana mereka kehilangan ikan, mereka melihat
seorang bertubuh kurus langsing yang pada wajahnya tampak cahaya dan iman serta
tanda-tanda orang soleh. Ia sedang menutpi tubuhnya dan pakaiannya sendiri,
yang segera disingkapnya ketika mendengar kata-kata salam Nabi Musa kepadanya.
"Siapakah engkau?" bertanya orang soleh itu. Musa menjawab: "Aku
adalah Musa." Bertanya kembali orang soleh itu: "Musa, nabi Bani
Isra'ilkah?"
"Betul", jawab Musa, seraya bertanya: "Dari manakah engkau
mengetahui bahawa aku adalah Nabi Bani Isra'il?"
"Dari yang mengutusmu kepadaku", jawab orang soleh itu. "Inilah
hamba Allah yang aku cari", berkata Musa dalam hatinya, seraya
mendekatinya dan berkata kepadanya: "Dapatkah engkau memperkenankan aku
mengikutimu dan berjalan bersamamu ke mana saja engkau pergi sebagai bayanganmu
dan sebagai muridmu? Aku akan mematuhi segala petunjuk dan perintahmu."
Hamba soleh atau menurut banyak pendapat ahli-ahli tafsir Nabi Al-Khidhir itu
menjawab: "Engkau tidak akan sabar dan tidak dapat menahan diri bila
engkau mengikutiku dan berjalan bersamaku. Engkau akan mengalami dan melihat
hal-hal yang ajaib yang sepintas lalu nampak seakan-akan perbuatan yang salah
dan mungkar namun pada hakikatnya adalah perbuatan benar dan wajar dab engkau sebagai
manusia tidak akan berdiam diri melihatku melakukan perbuatan dan tingkah laku
yang ganjil menurut pandanganmu."
Musa menjawab dengan sikap seorang murid yang ingin belajar dan menambah
pengetahuan : "Insya-Allah engkau akan mendapati aku seorang yang sabar
yang tidak akan melanggar sesuatu perintah atau petunjuk daripadamu."
Berkata Al-Khidhir kepada Musa: "JIka engkau benar-benar ingin mengikutiku
dan berjalan bersamaku maka engkau harus berjanji tidak akan mendahului
bertanya tentang sesuatu sebelum aku memberitahukan kepadamu. Engkau harus
berjanji bahwa engkau tidak akan menentang segala perbuatan dan tindakan yang
aku lakukan dihadapan mu walaupun menurut pandanganmu itu salah dan mungkar.
Aku dengan sendirinya memberi alasan dan tafsiran bagi segala tindakan dan
perbuatanmu kepadamu kelak pada akhir perjalanan kami berdua."
Dengan diterimanya pesyaratan Nabi Al-Khidhir oleh Musa yang berjanji akan
mematuhinya bulat-bulat, maka diajaklah Nabi Musa mengikutinya dalam
perjalanan.
Pelanggaran pertama terhadap persyaratan Al-Khidhir terjadi tatkala mereka
sampai di tepi pantai, di mana terdapat sebuah perahu sedang berlabuh. Nabi
Al-Khidhir meminta pertolongan pemilik perahu itu, agar menghantar mereka di
suatu tempat yang di tuju. Dengan senang hati diangkutlah mereka berdua secara
percuma tanpa bayaran bahkan dihormati dan diberi layanan yang baik kerana
dilihatnya oleh pemilik perahu bahwa kedua orang itu memiliki sifat-sifat dan
ciri-ciri yang tidak terdapat pada orang biasa.
Tatkala mereka berada dalam perut perahu yang sedang meluncur dengan lajunya di
antara gelombang-gelombang tiba-tiba Musa melihat Al-Khidhir melubangi perahu
itu dengan mengambil dua keping kayunya. Perbuatan mana yang dianggap oleh Musa
suatu gangguan dan pengrusakan bagi milik seseorang yang telah berbuat baik
terhadap mereka.
Musa lupa akan janjinya sendiri dan ditegulah Al-Khidhir dengan berkata:
"Engkau telah melakukan perbuatan mungkar dengan merusak dan melubangi
perahu ini. Apakah dengan perbuatan kamu ini engkau hendak menenggelamkan
perahu ini dengan semua penumpangnya? Tidakkah engkau merasa kasihan kepada
pemilik perahu ini yang telah berjasa kepada kami dan menghantarkan kami ke
tempat yang kami tuju tanpa membayar sesen pun?"
Berkata Al-Khidhir menjawab teguran Musa: "Bukankah aku telah katakan
kepadamu bahawa engkau tidak akan sabar menahan diri melihat tindak-tandukku di
dalam perjalanan menyertaiku."
Musa berkata: "Maafkanlah daku. Aku telah lupa akan janjiku sendiri.
Janganlah aku dipersalahkan dan dimarahi akan kelupaanku."
Permintaan maaf Musa diterimalah oleh Al-Khidhir dan tibalah meeka berdua di
tempat yang dituju di sebuah pantai. Kemudian perjalanan dilanjutkan di darat
dan bertemulah mereka dengan seorang anak laki-laki yang sedang bermain-main
dengan kawan-kawannya. Tiba-tiba dipanggillah anak itu oleh Al-Khidhir,
dibawanya ke tempat yang agak jauh, dibaringkannya dan dibunuhnya seketika itu.
Alangkah terperanjatnya Musa melihat tindakan Al-Khidhir yang dengan
sewenang-wenangnya telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa, seorang yang
mungkin sekali dalam fikiran Musa adalah harapan satu-satunya bagi kedua orang
tuanya.
Musa sebagai Nabi yang diutus oleh Allah untuk memerangi kemungkaran dan
kejahatan tidak dapat berdiam diri melihat Al-Khidhir melakukan pembunuhan yang
tiada beralasan itu, maka ditegurlah ia seraya berkata: "Mengapa engkau
telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa? Sesungguhnya engkau telah
melakukan perbuatan yang mungkar dan keji."
Al-Khidhir menjawab dengan sikap dinginnya: "Bukankah aku telah berkata
kepadamu, bahwa engkau tidak akan sabar menahan diri berjalan dengan aku?"
Dengan rasa malu mendengar teguran Al-Khidhir itu, berucaplah Musa:
"Maafkanlah aku untuk kedua kalinya dan perkenankanlah untuk aku
meneruskan perjalanan bersamamu dengan pergertian bahwa bila terjadi lagi
perlanggaran dari pihakku untuk kali ketiganya, maka janganlah aku
diperbolehkan menyertaimu seterusnya.Sesungguhnya telah cukup engkau memberi
uzur dan memberi maaf kepadaku."
Dengan janji terakhir yang diterima oleh Al-Khidhir dari Musa diteruskanlah
perjalanan mereka berdua sampai tiba di suatu desa di mana mereka ingin
beristirehat untuk menghilangkan lelah dan penat mereka akibat perjalanan jauh
yang telah ditempuh. Mereka berusaha untuk mendapat tempat penginapan sementara
dan sedikit bahan makanan untuk sekadar mengisi perut kosong mereka, namun
tidak seorang pun dari penduduk desa yang memang terkenal bachil {pelit} itu
yang mahu menolong mereka memberi tempat beristirehat atau sesuap makanan sehingga
dengan rasa kecewa mereka segera meninggalkan desa itu.
Dalam perjalanan Musa dan Al-Khidhir hendak keluar dari desa itu mereka melihat
dinding salah satu rumah desa itu nyaris roboh. Segera AL-Khidhir menghampiri
dinding itu dan ditegakkannya kembali. Dan secara spontan, tanpa disedar,
berkata Musa kepada Al-Khidhir: "Hairan bin ajaib, mengapa engkau berbuat
kebaikan bagi orang0orang yang jahat dan pelit ini. Mereka telah menolak untuk
memberi kepada kami tempat istirehat dan sesuap makanan untuk perut kami yang
lapar. Sepatutnya engkau menuntut upah bagi usahamu menegakkan dinding itu,
agar dengan upah yang engkau perolehi itu dapat kami menutupi keperluan makan
minum kami."
Al-Khidhir menjawab: "Wahai Musa, inilah saat untuk kami berpisah sesuai
dengan janjimu yang terakhir. Cukup sudah aku memberimu kesempatan dan uzur.
Akan tetapi sebelum kami berpisah , akan aku berikan kepadamu tujuan serta
alasan-alasan perbuatan-perbuatanku yang engkau rasakan tidak wajar dan kurang
patut."
"Ketahuilah hai Musa", Al-Khidhir melanjutkan huraiannya,"bahawa
pengrusakan bahtera yang kami tumpangi itu adalah dimaksudkan untuk
menyelamatkannya dari pengambil-alihan oleh seorang raja yang zalim yang sedang
mengejar di belakang bahtera itu. Sedang bahtera itu adalah milik orang-orang
fakir-miskin yang digunakan sebagai sarana mencari nafkah bagi hidup mereka
sehari-hari. Dengan melubangi yang aku lakukan dalam bahtera itu, si raja yang
zalim itu akan berfikir dua kali untuk merampas bahtera itu yang dianggapnya
rusak dan berlubang itu. Maka perbuatanku yang pada lahirnya adalah pengrusakan
milik orang, namun tujuannya ialah menyelamatkannya dari tindakan perampasan
sewenang-wenangnya."
"Adapun tentang anak yang aku bunuh itu ialah bertujuan menyelamatkan
kedua orang tuanya dari gangguan anak yang durhaka itu. Kedua orang tua anak
itu adalah orang-orang yang mukmin, soleh dan bertakwa yang aku khuatirkan akan
menjadi tersesat dan melakukan hal-hal yang buruk karena dorongan anaknya yang
durhaka itu. Aku harapkan dengan matinya anak itu Allah akan mengurniai anak
pengganti yang soleh dan berbakti kepada mereka berdua."
Sedang mengenai dinding rumah yang ku perbaiki dan ku tegakkan kembali itu
adalah karena dibawahnya terpendam harta peninggalan milik dua orang anak yatim
piatu. Ayah mereka adalah orang yang soleh ahli ibadah dan Allah menghendaki
bahwa warisan yang ditinggalkan untuk kedua anaknya itusampai ketangan mereka
selamat dan utuh bila mereka sudah mencapai dewasanya, sebagai rahmat dari
Tuhan serta ganjaran bagi ayah mereka yang soleh dan bertakwa itu."
"Demikianlah wahai Musa, apa yang ingin engkau ketahui tentang tujuan
tindakan-tindakanku yang sepintas lalu engkau anggap buruk dan melanggar hukum.
Semuanya itu telah kulakukan bukan atas kehendakku sendiri tetapi atas tuntunan
wahyu Allah kepadaku."
Kisah Musa dan Al-Khidir ini dapat dibaca dalam surah "Al-Kahfi" ayat
60 sehingga ayat 82 yang bermaksud :~
"60~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak
akan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan atau aku
akan berjalan sampai bertahun-tahun." 61~ Maka tatkala mereka sampai ke
pertemuan dua laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat
mengambil jalannya ke laut itu. 62~ Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh
berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita sesungguhnya
kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini." 63~ Muridnya
menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu
tadi, maka sesungguhnya aku lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidaklah
yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil
jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali." 64~ Musa berkata:
"Itulah tempat yang kita cari." Lalu keduanya kembali, mengikuti
jejak mereka sendiri. 65~ Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara
hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan
yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. 66~ Musa berkata
Al-Khidhir: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku
ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" 67~
Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sesekali kamu tidak akan sanggup sabar
bersamaku, 68~ dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" 69~ Musa berkata:
"Insya-Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar dan aku
tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun." 70~ Dia berkata:
"Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang
sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu." 71~ Maka
berjalanlah keduanya, hingga keduanya menaiki perahu, lalu Al-Khidhir
melubanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melubangi perahu itu yang
akibatnya kamu menenggelamkan penumpamgnya?" Sesungguhnya kamu telah
berbuat sesuatu kesalahan yang besar. 72~ Dia {Al-Khidhir} berkata:
"Bukankah aku telah katakan: "Sesungguhnya kamu sesekali tidak akan
sabar bersama dengan aku." 73~ Musa berkata: "Janganlah kamu
menghukum aku kerana kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu
kesulitan dalam urusanku," 74~ Maka berjalanlah keduanya hingga tatkala
keduanya berjumpa dengan seorang pemuda maka Al-Khidhir membunuhnya. Musa
berkata : "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan kerana dia membunuh
orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar." 75~
Al-Khidhir berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya
kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?" 76~ MUsa berkata: "Jika aku
bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah {kali ini} maka janganlah kamu
memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur
padaku." 77~ Maka keduanya berjalan hingga tatkala keduanya sampai kepada
penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mahu menjamu mereka
kemudian keduanya dapati dalam negeri itu ada dinding rumah yang hampir roboh,
maka Al-Khidhir menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mahu
nescaya kamu akan mengambil upah untuk itu." 78~ Al-Khidhir berkata :
"Inilah perpisahan antara aku dengan kamu kelak akan ku beritahukan
kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
79~ Adapun bahter itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut
dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu kerana di hadapan mereka ada seorang
raja yang merampas tiap-tiap bahtera. 80~ Dan ada pun anak muda itu maka kedua
orang tuanya adlah orang-orang mukmin dan kami khuatir bhe dia akan mendorong
kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. 81~ Dan kami menghendaki
supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik
kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya {kepada
ibubapanya}. 82~ Adapun dinding rumah itu kepunyaan dua orang anak muda yang
yatim di kota itu sedang ayahnya adalah seorang yang soleh, maka Tuhanmu
menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan
simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu dan bukanlah aku melakukannnya itu
menurut kemahuanku sendiri. Demikianlah itu adlah tujuan perbuatan-perbuatan
yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya." { Al-Kahfi : 60 ~ 82 }
Minggu, 23 September 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar