Sumber : http://www.bunganusantara.com/blog/
Edelweis, sebuah tanaman eksotik dan endemik khas daerah alpina atau montana. Tanaman dari family Asteraceae tumbuh
dan berkembang di daerah pegunungan dengan iklim yang dingin dan pada
ketinggian diatas 2000mdpl. Hampir semua pegunungan ditumbuhi Edelweis.
Beragam spesies muncul sehingga menciptakan keragaman yang menarik. Dari
morfologi bunganya saja, terlihat ada Edleweis berwarna putih, ungu dan
kuning, dan masih ada lagi mungkin di tempat lain. Anphalis Javanica, adalah Edelweis yang banyak di jumpai di pegunungan pulau Jawa.
Beragam istilah muncul untuk menyebut nama tanaman eksotis ini. Ada
yang menyebut sebagai bunga keabadian, ketulusan dan perjuangan, dan
masih banyak lagi intepretasi yang lain. Disebut bungan keabadian,
karena bunganya yang terus awet dan berada dipuncak gunung sebagai
simbol keabadian. Lambang ketulusan, karena Edelweis tumbuh di daerah
yang khusus dan ekstrem, sehingga seolah menerima keadaan apa adanya
tanpa menuntut kondisi yang mengenakan. Bunga ini juga mengandung arti
sebagai lambang perjuangan, karena bunga ini tumbuh ditempat yang
tandus, dingin, miskin unsur hara dan untuk mendapatkannya harus
bersusah payah mendaki gunung.
Karena demikian hebatnya bungai ini, membuat mereka yang mengaku
pecinta alam atau penggiat alam bebas berusaha mengabadikan bunga
tersebut bahkan harus rela memindahkan habitatnya walau hanya setangkai
bunganya saja. Di beberapa tempat wisata, Edelweis menjadi barang
dagangan yang cukup menjanjikan karena banyak diburu mereka yang tak
sanggup memetik di gunung. Saking laris manisnya, maka eksploitasi
Edelweis dilakukan penduduk untuk di perdagangkan. Tidak berbeda jauh
dengan tangan-tangan jahil penggiat alam bebas, walau tidak melakukan
jual beli Edelweis, tetap saja mengambil tanpa memikirkan dampaknya.
Memetik tanpa menanam, begitulah yang terjadi dan kenyataannya demikian.
Entah sampai kapan prilaku tersebut akan berhenti, apakah menunggu
kesadaran masing-masing pribadi atau setelah bunga keabadian tersebut
habis dari habitatnya.
Mungkin bagi kita yang memiliki kesadaran akan arti penting Edelweis
yang terancam oleh tangan-tangan jahil, tidak usah terlalu risau.
Mungkin jika mata kita jeli, maka tanpa bersusah payah akan menemukan
bunga keabadian tersebut. Tentu saja ada aturan main, dan menaati
aturannya sebelum bertemu dengan bunga eksotik tersebut. Jangan
berpikir, Edelweis hanya tumbuh pada stratifikasi vegetasi tertentu,
yakni montana atau alpina yang terletak hampir di puncak gunung. Tetapi
bunga ini, bisa di temui di tempat-tempat tertentu dan spesifik sesuai
dengan habitat aslinya. Mari arahkan mata dan pandangan kita untuk
sejenak bisa menikmati Anaphalis Javanica. Jangan mengambil atau merusak, cukup nikmati dan abadikan lewat gambar agar semua orang bisa menikmati.
Di Jalan Lingkar Salatiga, di sekitar kanan kiri bekas galian untuk
jalan, banyak sekali di tumbuhi Edelweis. Edelweis merupakan tanaman
perintis dalam suksesi lahan. Pada awalnya lahan yang di pangkas menjadi
tebing-tebing yang curam, serta terlihat lapisan-lapisan tanahnya.
Nampak tanah lapisan atas yang berwarna kecoklatan, lalu tanah liat “clay”
kemudian tanah berpasir, berkerikil dan berbatu. Irisan tanah secara
vertikal ini menyulitkan beragam tumbuhan untuk hidup, dan hanya tanaman
pioner saja yang mampu tumbuh dan berkembang disana. Ibarat lahan
tandus, makan beberapa tanaman perintis yang mampu tumbuh, seperti;
paku-pakuan, lumut, rerumputan dan Edelweis adalah salah satunya.
Edelweis adalah tumbuhan perintis di tanah vulkanik yang tandus,
bebatuan pegunungan dan lembah-lembah. Keistimewaan Edelweis adalah
mampu hidup dalam media yang miskin unsur hara, karena tanaman ini
bersimbiosis dengan mikoriza. Mikoriza adalah jamur yang berasda di
perakaran yang bertugas menambat Nitrogen dan dekomposisi materi
organik. Dari peran Mikoriza tersebut Edelweis mendapatlan nutrisi,
sehingga mampu hidup ditanah tandus sekalipun. Lahan yang dipangkas
vertikal menjadi habitat yang cocok untuk Edelweis, sehingga banyak
ditemui di tebing-tebing curam disepanjang Jalan Lingkar Salatiga.
Dengan perakaran yang kokoh dan mampu menembus celah-celah bebatuan
memungkinkan Edelweis mampu hidup ditempat-tempat yang sudah dijangkau.
Menjadi pertanyaan sekarang adalah darimana asal Edelweis ini, apakah
ada yang menanam atau tumbuh dengan sendirinya. Family Asteraceae
memiliki karangan bungan, dan menghasilkan banyak sekali bunga generatf.
Oleh angin, serbuk-serbuk bunga yang berisi bungan-bungan generatif di
terbangkan dan disaat mendapat media yang tepat akan tumbuh dan
berkembang. Pertumbuhan Edelweis tergolong cepat, walau hanya memiliki
tinggi 1 meter, akan menghasilkan bunga-bunga generatif yang melimpah.
Di daerah yang sama sekali tidak terusik, seperti pegunungan Edelweis
mampu tumbuh hingga 8m dan dengan batang yang kokoh.
Dari kajian ekologis, Edelweis memiliki peran sebagai pioner dalam
revegetasi dan suksesi. Menjadi tanaman pertama yang tumbuh dan
menghasilkan unsur-unsur hara sebagai media tumbuh tanaman lain. Selain
tanaman perintis, Edelweis menjadi “cover corp” atau tanaman penutup
yang mempu menahan hempasan air hujan dan laju permukaan, sehinga
meminimalkan resiko erosi. Disisi lain, banyak serangga yang hidup
didalam bunga untuk sekedar menghisap nektar atau berlindung didalam
rimbunya dedaunan.
Jangan mengira Edelweis di Jalan Lingkar Salatiga seperti yang ada di
gunung-gunung. Jalan Lingkar Salatiga dengan ketinggian dari permukaan
laut sebesar 670m berbeda dengan Edelweis di ketinggian diatas 2000mdpl.
Faktor lingkungan seperti, ketinggian, suhu, cahaya, nutrisi,
kelembapan dan lain sebagainya berpengaruh terhadap pertumbuhan
Edelweis. Di lokasi yang bukan habitat aslinya, Edelweis akang mengalami
gangguan pertumbuhan. Di lokasi tersebut, Edelwesi terlihat dengan daun
dan bunga yang tak serimbun di pegunungan, dan terkesan kurus. Namun
adanya pembatas faktor lingkungan tak menghalangi Edelweis untuk tetap
hidup, yakni dengan beradaptasi walau dengan pertumbuhan yang tidak
normal. Sungguh perjuangan yang tidak mudah bagi Edelweis agar tetap
hidup dilingkungan barunya. Yang menjadi ancaman, bukanlah kondisi
lingkungan, tetapi yang ditakutkan adalah ulah tangan jahil yang tidak
bertanggung jawab.
Menjadi pertanyaan sekarang, bisakah kita menjaga dan mengapresiasi
tanaman eksotis tersebut. Jangan gara-gara dengan embel-embel bunga
keabadian lantas memetik dan mempersembahkan kepada kekasih, percumah
tak ada yang abadi kecuali bunga plastik yang perlu ratusan tahun agar
terurai. Naif juga jika memetik Edelweis sebagai wujud ketulusan cinta,
sebab Edelweis sudah lebih tulus dari cinta siapapun, sebab dia rela
menjadi yang pertama untuk sebuah kehidupan. Jangan tanyakan tentang
perjuangan untuk Edelweis, karena bunga ini harus benar-benar survive
agar mampu menjadi yang pertama dalam suksesi dan revegetasi. Bijak
sekali juga kita bisa belajar dari Edelweis Jawa ini bagaimana tentang
keabadian, ketulusan dan pengorbanan, baik kepada orang terkasih, sesama
dan alam ini, seperti yang ditunjukan Edelweis dalam habitatnya.
Rabu, 09 Januari 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar