Episode 2
Kasim yang
melihatnya ketakutan dan menyebutnya Mul Goe. Mul Goe adalah benda yang
dirasuki oleh roh. Hwon mendekati payung itu dan mengambilnya. Hwon
berharap dalam hatinya, untuk bisa bertemu dengan Yeon Woo lagi.
Di saat yang
sama, Yeon Woo sedang terduduk seorang diri, dia masih shock. Dia Shock
saat tau kalau yang dia temui waktu di istana adalah seorang Putra
Mahkota. Tiba-tiba dia mendengar sesuatu, ia menoleh kesekelilingnya,
tapi tidak melihat apa-apa. Dia ketakutan. Dia takut ada orang jahat
yang datang ke rumahnya.
Di
kejauhan, ia melihat sebuah batu bersama selembar surat tergeletak. Ia
mendekati dan meraih batu tersebut. Dibatu tersebut tertulis tulisan
“Batu Pemecah Masalah”. Yeon Woo kemudian meraih selembar surat
disamping batu tersebut.
"Adakah
hal-hal yang mengganggu pikiranmu dan membuatmu tidak bisa tidur?" Yeon
Woo membaca surat itu. "Cobalah bicara pada batu ini dan lihat apa yang
terjadi. Batu ini adalah baru pemecah masalah. Batu ini bisa
menghilangkan kecemasan dan semua masalahmu, jadi seharusnya kau sudah
bisa tidur sekarang. Ini adalah hadiah dari perjalananku."
"Dia akan pergi lagi?" gumam Yeon Woo, terlihat kesal. Sepertinya ia tahu siapa orang yang meletakkan batu dan surat tersebut.
Di tempat
lain, Yeon dan Woon sedang berlatih bela diri. Diam-diam, Seol mengamati
mereka dengan cemas. Yeon dan Woon mengambil ancang-ancang. Sekilas,
Woon melirik ke arah Seol dan sepertinya menyadari keberadaannya. Yeom
dengan cepat mempergunakan kesempatan itu untuk menyerang Woon. Woon
membalas serangan Yeom dengan cekatan dan akhirnya bisa memenangkan
pertandingan. Seol mengeluh. Kenapa Yeom kalah? Seusai menjatuhkan Yeom,
Woon menoleh ke arah Seol.
Seol buru-buru menutupi wajahnya dan melarikan diri.
Yeom
memuji kemahiran pedang Woon. Yeom tetap tidak bisa mengalahkan Woon
walaupun sudah bertahun-tahun berlatih. Yeom bertanya-tanya kenapa
Pengeran yeom tidak datang menemui mereka. Yeom terus bicara, tidak menyadari kedatangan Yang Myeong. Woon melihat Yang Myeong, namun Yang Myeong menyuruhnya diam.
"Sekarang hanya tinggal kita berdua dan aku merasa sedikit kesepian." ujar Yeom, terus mengoceh.
"Jika aku tahu kau akan merindukan aku seperti ini, aku tidak akan pernah pergi." ujar Yang Myeong.
Yeom menoleh dengan kaget. Melihat pangeran Yang Myeong.
Yang Myeong
membuka kedua lengannya, hendak memeluk Yeom. "Heo Yeom-ku tersayang!"
serunya seraya memeluk Yeom. "Selamat atas kelulusanmu di ujian negara!"
Setelah puas memeluk Yeom, Yang Myeong berpaling pada Woon, yang sejak
tadi hanya melihat mereka berdua dalam diam. Yang Myeong memanggil Woon.
Yang Myeong meloncat ingin memeluk Woon, namun dengan gesit (dan tetap
tenang), Woon menghindar ke kanan. Yeom tersenyum tertahan.
Yeom berusaha mengalihkan perhatian. "Apakah perjalananmu menyenangkan?" tanyanya.
"Lebih dari menyenangkan." jawab Yang Myeong ceria seraya merangkul sahabat-sahabatnya.
Yang Myeong,
Woon dan Yeom minum bersama. Yeom berkata kalau dia dan Woon
menunggunya. Myeong minta maaf karena dia harus menemui seseorang
terlebih dulu. Seseorang yang dia cintai. Yeom melongo seraya menarik
tangannya. "Dalam waktu singkat, kau sudah memiliki seseorang di
hatimu?" tanyanya. "Kenapa aku tidak pernah mendengarmu menyinggung hal
itu? Kau tidak memanjat dinding lagi kan?"
"Aku adalah
seorang pangeran, mana mungkin aku memanjat dinding untuk mengintip
wanita?" ujar Yang Myeong menjawab kecurigaan Yeom. "Diluar fakta bahwa
dia itu adikmu, mana mungkin aku melakukannya?"
Yeom terlihat
kesal. "Walaupun adikku masih kecil, namun tetap saja pria dan wanita
itu berbeda." katanya. "Bukankah terakhir kali kau melihatnya, kau
sangat kesal? Kenapa kau masih saja menemuinya?"
"Aku tahu, aku tahu." potong Yang Myeong. "Aku mengerti dengan jelas, jadi jangan bahas itu lagi. Kau cerewet sekali."
Melihat
pertengkaran Yang Myeong dan Yeom membuat Woon tersenyum tipis. "Kau
lihat itu?!" seru Yang Myeong pada Yeom. "Dia tersenyum! Balok es ini
tahu juga cara tersenyum! Ini sebuah fenomena unik yang hanya bisa kau
lihat sekali seumur hidup!" Yeom tetap ngambek dan tidak terpengaruh.
"Jika kau berani memanjat dinding dan mengintip adikku lagi, aku tidak akan tinggal diam." ujarnya sambil cemberut.
"Aku mengerti!" seru Yang Myeong.
"Aku punya hadiah untuk kalian berdua." ujar Yang Myeong.
Ia mengeluarkan dua buah batu dan meletakkannya di atas meja di hadapan Woon dan Yeom.
"Ini
adalah jimat yang akan membawa keberuntungan untuk kalian di masa
depan." katanya. "Batu-batu ini dinamakan Batu Mistis. Apa kalian sudah
pernah dengar?"
Yeom dan Woon mengamati batu itu.
"Suatu
saat nanti, kalian berdua akan menjadi bawahan Putra Mahkota." ujar
Yang Myeong dengan tersenyum, namun ekspresinya sedih.
Mendengar perkataan Yang Myeong, Yeom dan Woon langsung meletakkan kembali batu tersebut ke meja.
"Kenapa
dengan ekspresi kalian?" tanya Yang Myeong, berusaha kembali terlihat
ceria. "Jika kalian sudah menempati posisi kalian, kita tidak akan bisa
berkumpul dan minum seperti ini lagi."
Yang Myeong, Yeom dan Woon bersulang. Diam-diam, Yang Myeong tersenyum tipis, namun terlihat pahit.
Di
Kerajaan Raja dan para pejabat mengadakan pertemuan. Para pejabat
menyerahkan perkamen rekomendasi kandidat yang akan bertanggung jawab
atas pendidikan Putra Mahkota.
Hwon
bertanya-tanya siapa orang yang akan dipilih untuk menjadi mentornya.
Dalam hati dia berkata, berapa lama guru barunya akan bertahan
menghadapinya.
Para dayang menunduk memberi hormat ketika Hwon berjalan melewati mereka
menuju ruang belajar. Para dayangpun bergosip hal yang sama dengan
Hwon mengenai berapa lama guru Hwon akan bertahan lama.
Mendadak,
mereka terpesona melihat seorang pemuda lewat. Pemuda itu terlihat
sangat menawan sampai-sampai seorang dayang pingsan karena tidak kuasa
menghadapi pesona pemuda tersebut. Pemuda itu tidak lain adalah Yeom.
Hwon
menunggu mentor barunya datang dengan wajah sebal. Dan akhirnya Gurunya
tiba. Pintu terbuka. Guru baru Hwon ternyata adalah Yeom, Yeompun
memperkenalkan dirinya. Yeom bersujud memberi hormat pada Hwon. Dengan
acuh, Hwon membolak-balik buku tanpa menatap Yeom. Ketika Yeom bangkit
setelah selesai memberi hormat, Hwon melihatnya sekilas.
Hwon langsung menganga, terperanjat menatap wajah mentor barunya yang luar biasa tampan.
Mengetahui
kakaknya akan menjadi mentor Hwon membuat Yeon Woo menjadi sedikit
cemas. Ketika merajut, tanpa sengaja ia mengenai jarinya dengan jarum.
Yeon Woo berpikir bahwa Hwon-lah yang memilih kakaknya menjadi mentor
karena Hwon tahu kalau Yeom adalah kakaknya.
Setelah lepas
dari rasa terkejutnya, Hwon bertanya pada Yeom berapa umurnya. Yeom
menjawab 17 tahun. Hwon tertawa merendahkan dengan berkata dengan umur
yang begitu muda, kau pasti memiliki orang belakang yang punya kekuasaan
tinggi. Yeom terlihat marah, namun tetap diam.
Di sisi lain,
ibu suri begitu marah mengetahui kalau Yeom-lah orang yang menjadi
mentor Hwon. Dae Hyeong meyakinkan Ibu Suri kalau tidak lama lagi Yeom
pasti akan mundur dengan sukarela karena tidak tahan dengan sikap Hwon.
Namun Ibu Suri tidak yakin. Ia merasa Raja sedang merencanakan sesuatu
dengan menunjuk Yeom sebagai mentor Hwon. Ibu Suri takut kalau Yeom bisa
meluluhkan Hwon.
Perkiraan Ibu Suri memang tidak salah. Raja Seong Jo memang merencanakan sesuatu.
Hwon
ngomel-ngomel karena ayahnya mengirimkan guru yang umurnya masih sangat
muda dan tidak terpaut jauh darinya. Kasim memperoleh informasi kalau
Yeom adalah juara akademik ujian negara. "Jika kau ingin ketampanan, kau
akan mendapat ketampanan darinya." kata Kasim pada Hwon mengenai Yeom.
"Jika kau ingin pengetahuan, kau akan mendapat pengetahuan darinya. Jika
kau ingin kebaikan, kau akan mendapat kebaikan hatinya. Ia sempurna tak
bercela. Ia adalah idola di sekolah! Bahkan orang yang mulanya
membencinya, akan dengan senang hati menjadi temannya jika sudah bertemu
dengan Yeom."
Hwon
mendengarkan dengan ekspresi kesal. Kasim terus-menerus memuji Yeom
dengan sangat bersemangat. Hwon menyuruh kasim berhenti bicara dan pergi
dari hadapannya. Kasim menunduk dan berjalan pergi.
Yeon Woo masuk ke kamar ketika kakaknya sedang belajar. Dia bertanya tentang hari pertama kakaknya mengajar putra mahkota.
"Kakak,
wajahmu penuh kekhawatiran." ujar Yeon Woo. "Adakah sesuatu yang
terjadi di istana? Apa Yang Mulia menyebabkan masalah untukmu?"
"Bukan begitu." jawab Yeom. "Yang Mulia memberiku tantangan."
"Tantangan apa?" tanya Yeon Woo penasaran. "Mungkin aku bisa membantu."
"Kelihatannya
Putra Mahkota salah paham padaku." kata Yeom. "Aku tidak tahu bagaimana
caranya membuka hati Putra Mahkota yang tertutup rapat. Bukan hanya
itu, ia juga tidak bisa menerima orang semuda aku menjadi gurunya."
"Itu bukan karena kakak!" seru Yeon Woo. "Itu karena..."
"Mungkin itu karena aku." gumam Yeon Woo dalam hati, menyimpulkan sendiri.
Melihat Yeon Woo, Yeom menjadi cemas. "Ini salahku hingga kau menjadi khawatir." katanya.
"Kakak ingin memperoleh hati Putra Mahkota, bukan?" tanya Yeon Woo.
"Apa kau punya ide?"
Keesokkan
harinya, Yeom mengajari Hwon belajar. Hwon kelihatan malas-malasan dan
tidak peduli. Ia hanya membolak-balikkan bukunya sepanjang jam pelajaran
tanpa mengatakan apapun. Yeom juga hanya duduk diam selama beberapa
waktu, kemudian berkata, "Pelajaran kita berakhir dsini." Hwon menarik
napas panjang. "Kau sangat memalukan." katanya. "Kau tidak mengajariku
apa-apa, tapi menerima gaji."
"Itu
karena aku merasa Yang Mulia belum siap menerima pelajaran yang akan
kuberikan." jawab Yeom. "Jadi, sebegai ganti pelajaran hari ini,
bolehkan aku menghadiahkan Anda sebuah teka-teki?"
"Teka-teki?" tanya Hwon.
"Benar."
jawab Yeom. "Jika Anda berhasil menebak teka-teki ini, aku akan
memenuhi permintaan Yang Mulia dan mundur sebagai mentor Anda. Tapi jika
Yang Mulia tidak bisa menebak jawabannya, Yang Mulia harus belajar dan
menunjukkan sikap dengan baik."
Hwon setuju dan Yeom mengungkapkan teka-tekinya.
"Apa yang bisa membuat dunia terang dalam satu saat dan gelap di saat yang lain?"
"Itu teka-teki yang terlalu sederhana." protes Hwon.
"Kurasa
sama sekali tidak sederhana." ujar Yeom. "Kuharap Yang Mulia akan
memberi jawabannya saat pembelajaran kita selanjutnya."
"Dan saat itu juga aku tidak akan pernah mau melihat wajahmu lagi." ujar Hwon tajam.
Ketika sedang
berjalan menuju Kediaman Ibu Suri, Putri Min Hwa, adik Hwon, melihat
para kasim membawa banyak buku ke kediaman Hwon. Karena penasaran, ia
langsung berlari ke sana.
"Kakak!"
seru Min Hwa, melihat kakakya membaca banyak sekali buku di ruang
belajarnya. "Jadi kau mulai tertarik untuk belajar? Bagaimana kau bisa
menyelesaikan buku sebanyak ini?"
"Aku tidak punya waktu untuk bermain denganmu, Min Hwa." ujar Hwon kesal.
"Kenapa denganmu, Kakak?" tanya Min Hwa. Karena Hwon malas menjelaskan, akhirnya Min Hwa bertanya pada Kasim.
Kasim menjawab kalau saat ini Hwon sedang berusaha memecahkan sebuah teka-teki.
"Teka-teki apa? Katakan padaku!" ujar Min Hwa antusias.
Kasim berbisik di telinga Min Hwa, "Apa yang bisa membuat dunia terang dalam satu saat dan gelap di saat yang lain?"
"Mungkah
kelopak mata?" tanya Min Hwa. "Jika kau memejamkan mata seperti ini,
dunia akan gelap dan jika kau membuka mata seperti ini, dunia akan
menjadi terang."
Hwon menoleh ke Min Hwa dengan pandangan kesal. "Ck ck ck... Cara berpikirmu terlalu sederhana." katanya.
Saat belajar
dengan Yeom lagi, dengan percaya diri Hwon menjawab teka-teki dari Yeom
yang diberikan padanya kemarin. "Jawabannya adalah politik monarki."
kata Hwon pada Yeom saat mereka bertemu lagi di ruang belajar. Hwon
menjelaskan panjang lebar mengenai politik monarki. Secara kebetulan,
saat itu Raja sedang berada di luar. Ia mendengar suara Hwon yang sedang
menjelaskan.
Tapi Yeom
menyalahkan jawaban dari Hwon. Dan memberi tahu kalau jawaban yang benar
adalah kelopak mata. Semua orang yang mendengarkan percakapan mereka
dari luar terkejut. Raja tersenyum tipis. Hwon kesal, dia tidak terima
jawabannya disalahkan. Dia menganggap Yeom sedang mempermainkannya.
"Apa karena
jawaban itu tidak ada dibuku, maka Anda menganggap itu rendahan?" tanya
Yeom. "Dari pandangan anak kecil, semua hal di dunia ini bisa menjadi
pertanyaan dan semua hal di dunia bisa menjadi jawaban. Dalam proses
pembelajaran, ada dua hal penting yang harus diingat. Pertama,
kesombonganmu atas pengetahuan dan yang kedua adalah prasangkamu dalam
menetapkan sesuatu. Kedua hal ini akan menutup mata dan pikiran Yang
Mulia dengan kegelapan."
Hwon kelihatan
marah dan memanggil kasimnya masuk. Namun betapa kaget kasim dan Yeom
ketika Hwon memerintahkan kasimnya untuk menyiapkan hidangan untuk
gurunya.
"Hari ini aku akan menghormatimu sebagai mentor yang hebat." ujar Hwon seraya tersenyum dan memberi hormat pada Yeom.
Di luar, Raja tersenyum. "Kelihatannya Putra Mahkota sudah menemukan guru yang cocok." katanya.
Di
kamarnya, Min Hwa tertawa terbahak-bahak, saat tahu kakaknya menyerah
dengan guru barunya. Diapun berniat menemui guru baru kakaknya dan
mengatakan kalau jawabannya benar. Min Hwa berlari menuju ruang belajar
Hwon untuk melihat Yeom. Ia terpesona pada Yeom. Ketika sekilas Yeom
menoleh ke arahnya, Min Hwa langsung menutupi wajahnya, malu.
Yeom dan Hwon
berbincang. Yeom bercerita bahwa adiknya-lah yang telah memberinya
keberanian menantang Hwon. Awalnya Yeom terlihat cemas takut Hwon marah
karena semua itu bukan darinya, tapi ternyata Hwon malah menyuruh kasim
untuk membungkuskan beberapa manisan untuk adiknya Yeom. Yeom tersenyum
lega.
Setelah
selesai makan dan mengobrol dengan Yeom, Hwon berjalan kembali ke
ruangannya bersama kasim. Disana, Hwon akhirnya tahu kalau Yeom adalah
juara akademik ujian negara dan teringat pada Yeon Woo. Saat Hwon
pertama kali bertemu dengan Yeon Woo, Yeon Woo bercerita bahwa ia datang
ke istana untuk menyaksikan penaugerahan untuk kakaknya. Hwon sangat
terkejut. Tapi dia akhirnya tersenyum senang.
Yeom
menyerahkan hadiah dari Hwon pada Yeon Woo. Yeon Woo terkejut menerima
hadiah tersebut. Ia keluar dan berdiri di halaman. Bunga-bunga
berguguran dan bayangan Hwon muncul di sampingnya.
"Apa kau sudah berhasil menebak teka-teki yang kuberikan?" tanya Hwon.
"Apa kau benar-benar Putra Mahkota?" tanya Yeon Woo.
"Menurutmu?"
"Kuharap
kau bukan." ujar Yeon Woo. Ia juga menanyakan apa maksud Hwon
memberikan hadiah tersebut padanya. Namun Hwon tidak menjawab dan hanya
tersenyum.
Bayangan Hwon menghilang dari sisi Yeon Woo.
Dae Hyeong dan
komplotannya membahas mengenai Yeom. Raja pasti merencanakan sesuatu
dengan mengirim Yeom menjadi mentor Hwon. Mereka harus segera menangani
masalah ini.
Dae
Hyeong pulang dalam keadaan mabuk. Istri dan putrinya, Yoon Bo Kyung,
menyambutnya. Tiba-tiba dia bertanya pada anaknya, apakah B Kyung mau
melihat istana, jika mau Dae Hyeong bisa membuatnya hidup disana. Bo
Kyung terlihat bingung. Dae Hyeong rupanya punya rencana untuk
menjadikan Bo Kyung seorang Ratu.
Seol mengantarkan Yeon Woo ke kota untuk membeli kertas. Yeon Woo ingin menulis surat pengakuan kesalahan pada Hwon.
"Kenapa kau tidak menemuinya saja dan memohon maaf?" tanya Seol.
"Dia bukan orang yang mudah ditemui." kata Yeon Woo.
"Memangnya siapa dia? Orang kerajaan atau Putra Mahkota?" tanya Seol polos.
Yeon
Woo hanya diam. Ia lebih mengkhawatirkan kakaknya dibandingkan dirinya
sendiri. Ia takut Hwon melakukan sesuatu pada Yeom. Seol meminta izin
Yeon Woo untuk melihat toko pandai besi. Yeon Woo sendirian di toko
kertas. Mendadak Yang Myeong muncul dibelakangnya.
Seol berlari dengan sangat bersemangat menuju toko pandai besi.
Di tengah jalan, tanpa sengaja ia menabrak Bo Kyung hingga keduanya terjerembab ke tanah.
Pelayan
Bo Kyung membantu Bo Kyung berdiri. Disana banyak sekali orang yang
melihat. Walaupun terlihat marah, namun Bo Kyung pura-pura tersenyum
ramah. Dia tidak marah, dan memaafkan Seol dengan mengatakan kalau Seol
tidak sengaja.
Seol tersenyum lega. "Terima kasih nona." katanya seraya berlari pergi.
Bo
Kyung langsung cemberut lagi. Bo Kyung dan pelayannya pergi ke toko
perhiasan untuk mengambil pesanan mereka. Saat itu pelayan Bo Kyung
menyadari ada sesuatu yang hilang dan langsung menuduh Seol yang
mencuri.
"Nona, tunggu sebentar disini." kata pelayan Bo Kyung.
Setelah pelayannya pergi, Bo Kyung melihat dompet pelayannya terjatuh. Tapi Bo Kyung membiarkannya dan tersenyum jahat.
Seol punya
ketertarikan besar pada bidang pandai besi. Di masa depan, ia tahu
dengan baik mengenai macam-macam dan jenis-jenis pedang. Ketika sedang
asik melihat para pandai besi bekerja, pelayan Bo Kyung menarik dan
menampar Seol hingga jatuh. Ia menuduh Seol mencuri dompetnya.
"Hentikan!" Bo Kyung datang dan menengahi pertengkaran. "Apa yang kalian lakukan? Banyak orang yang melihat!"
"Percayalah, Nona." Seol berlutut pada Bo Kyung. "Aku sungguh tidak mencuri."
Bo Kyung tersenyum. "Jadi, maksudmu kau tidak bersalah?"
"Benar!" jawab Seol.
"Kalau begitu, buktikan bahwa kau bukan pencuri." tantang Bo Kyung.
Seol diam.
Yang Myeong mengganggu Yeon Woo ketika sedang memilih kertas.
"Aku adalah kakak Putra Mahkota." kata Yang Myeong. "Aku akan membantumu memilih."
Yeon Woo kesal dan pergi meninggalkan toko.
Mendadak
hujan turun dengan deras. Yeon Woo berlari untuk mencari tempat
meneduh. Tiba-tiba Yang Myeong muncul dan menutupi kepala Yeon Woo
dengan jubahnya. Yeon Woo terkejut. Yang Myeong mengajak Yeon Woo
meneduh di sebuah rumah.
Di dalam rumah itu banyak sekali tanaman. Rupanya itu adalah rumah kaca.
Melihat Yang Myeong membuat Yeon Woo teringat cerita Hwon mengenai
kakaknya. Yang Myeong menunjukkan sebuah pot berisi bunga krisan.
"Yang Mulia suka bunga ini." katanya pada Yeon Woo. "Bunga ini juga bisa melambangkan pengakuan kesalahan."
"Orang seperti apa Yang Mulia itu?" tanya Yeon Woo hati-hati. "Aku ingin tahu."
"Bagaimana
ya mengatakannya? Dia selalu memikirkan rakyat dan negaranya." jawab
Yang Myeong. "Dia orang yang sangat ketat, namun juga punya sisi halus."
Yang Myeong teringat ketika Raja selalu memarahinya, sementara pada Hwon selalu bersikap lembut.
"Kau sudah lama berkelana." ujar Yeon Woo. "Tidakkah kau ingin kembali keistana. orang-orang mungkin merindukanmu."
"Siapa yang merindukan aku?" tanya Yang Myeong.
"Putra Mahkota..." Yeon Woo berkata spontan dan langsung terdiam.
"Mereka terlalu sibuk dan tidak akan punya waktu untuk bertemu denganku." tolak Yang Myeong.
Di
lain sisi, Seol dipukuli habis-habisan di halaman rumah keluarga Yoon.
Di dalam rumah, Bo Kyung dengan tenang membaca buku. Bo Kyung sengaja
ingin balas dendam pada Seol karena sudah menabraknya.
Yeon
Woo bergegas datang ketika mengetahui kalau Seol dituduh mencuri. Yeon
Woo bertanya kenapa Seol dipukuli. Bo Kyung keluar dari rumah karena
mendengar suara Yeon Woo. Yeon Woo memperkenalkan diri sebagai putri
Kepala Pejabat penting istana dan menjelaskan kalau pasti ada
kesalahpahaman. Bo Kyung berpura-pura kalau sebelumnya ia tidak pernah
mengizinkan anak buahnya memukuli Seol.
"Mendidik
orang rendahan memang tidak mudah." kata Bo Kyung pada Yeon Woo.
"Sebelum ia melakukan kejahatan yang lebih besar, lebih baik kau segera
menjualnya."
"Aku akan mengembalikan uangmu yang hilang." ujar Yeon Woo tenang.
"Tidak perlu." tolak Bo Kyung. "Karena kami sudah menyakiti pelayanmu, kuanggap kita impas."
"Nona,
anak ini bukanlah sesuatu yang bisa dibeli dan dijual." ujar Yeon Woo.
"Dia adalah teman dan keluargaku. Bagiku, sama sekali tidak ada
perbedaan antara bangsawan dan rakyat jelata. Yang berbeda adalah sifat
dari keduanya. Aku tidak tahu berapa jumlah uangmu yang hilang, tapi
apakah itu setara dengan rasa sakit dihatinya?"
"Apa katamu?"
Yeon Woo melanjutkan. "Kuanggap kau sudah mengampuninya, jadi aku akan membawanya pulang."
Yeon Woo kemudian memapah Seol pulang.
Yeom
membawakan hadiah dari Yeon Woo sebagai ganti pemberian Hwon. Yeon Woo
memberikan sebuah pot berisi tanah tanpa tanaman. Bukannya belajar, Hwon
malah menanyakan pada Yeom mengenai Yeon Woo. Yeom bercerita kalau
sejak kecil, Yeon Woo suka sekali membaca.
"Dia sangat berbeda dengan adikku, Min Hwa." Hwon ikut bercerita panjang lebar mengenai adiknya juga. "Dia juga sangat cengeng."
Mendadak pintu terbuka dan Min Hwa masuk ke dalam ruangan sambil menangis.
"Aku membencimu, Kak!" tangis Min Hwa.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Hwon kaget. "Kenapa kau menangis?"
"Kau mengatakan hal buruk mengenai aku!" rengek Min Hwa. "Lebih lagi, kau mengatakannya di depan orang ini." Ia menunjuk Yeom.
Min Hwa mendekati Yeom dan menyentuh wajahnya.
"Semua yang dikatakan Putra Mahkota bohong." tangis Min Hwa. "Aku tidak cengeng. Aku wanita yang baik."
Yeom
bingung. "Aku mengerti, aku mengerti." katanya menenangkan. "Jangan
terlalu marah. Jika kau menangis terus, pipi cantikmu akan kotor."
Min Hwa langsung berhenti menangis. "Aku... cantik?" tanyanya, tersenyum. "Apa aku benar-benar cantik?"
Yeom bingung. Hwon hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Min Hwa.
Hwon
membuka surat dari Yeon Woo. Yeon Woo menghias kertas dengan sangat
cantik sampai-sampai membuat Hwon terpana. Hwon membaca surat itu, yang
berisi sebuah sajak.
"Seorang
biksu yang hidup di gunung, mendambakan sinar rembulan. Ia kemudian
melihat cahaya bulan itu mengambang dalam sebuah botol, kemudian
mengisinya. Tapi di kuil ia menyadari bahwa jika kau membuka botol dan
menuang airnya, maka bulan itu akan menghilang."
Yeon Woo memohon pada Hwon agar memaafkan segala kesalahannya dan melupakan kejadian waktu itu.
"Jadi ia sudah
bisa menebak teka-teki yang kuberikan dan memintaku melupakannya."
gumam Hwon tersenyum seraya menatap pot pemberian Yeon Woo. "Bagaimana
mungkin aku melupakanmu?"
Min Hwa
meminta ayahnya agar menyuruh Yeom mengajarinya pelajaran juga. Namun
sayang Raja menolak. Min Hwa langsung menangis. Dae Hyeong menyarankan
pada Raja agar menjadikan putrinya, Bo Kyung, sebagai teman belajar Min
Hwa. Namun Raja malah meminta putri Young Jae, yakni Yeon Woo, untuk
ikut serta juga.
Young Jae
menyampaikan pesan Raja pada Yeon Woo dan Yeon Woo setuju. Namun hal itu
malah membuatnya tidak tenang. Istana adalah tempat yang berbahaya. Ia
khawatir pada anak-anaknya.
Malam itu, Nok Young mengunjungi makam Ari. Iya bertanya siapa sebenarnya anak yang harus dia lindungi.
Keesokkan harinya di istana, Ratu dan Ibu Suri berbincang. Ibu Suri
mengatakan pada Ratu agar berhati-hati dan terus memantau, karena
mungkin saja diantara salah satu teman belajar Min Hwa ada yang akan
menjadi istri Hwon.
Nok
Young dan para peramal balai samawi kembali ke istana. Anak kecil yang
pernah di tolong oleh Yang Myeong berada diantara mereka juga.
Sesampainya di gerbang, Nok Young turun dari dalam tandu. Disaat yang
sama, Yeon Woo juga turun dari tandu tidak jauh darinya.
Nok
Young terkejut melihat Yeon Woo. Ia teringat perkataan Ari, "Walaupun
berada dekat dengan matahari akan mendatangkan bencana, namun takdirnya
adalah berada di sisi matahari dan melindunginya. Tolong pastikan agar
anak itu aman. Jaga dia demi aku."
Tidak lama kemudian, sebuah tandu lagi datang dan Bo Kyung melangkah keluar.
Nok Young terkejut melihatnya.
Bo Kyung menoleh ke arah Yeon Woo. Yeon Woo membalas pandangannya. Dalam hati Nok Young berkata, kalau merekalah dua bulan itu.